Ketua MK: Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada Wujud Kedaulatan Rakyat

JAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman secara resmi membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indonesia (KAI) pada Selasa (24/11/2020) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

“Partisipasi masyarakat dalam pilkada merupakan wujud kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi. Sesuai dengan namanya, demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan, maka wujud dari pemerintahan rakyat dilakukan melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat,” kata Anwar kepada 400 anggota KAI yang hadir secara daring (online).

Pilkada, ujar Anwar, merupakan pendelegasian kedaulatan rakyat kepada seseorang atau pasangan calon guna mewakilinya dalam mengusung kebijakan publik. Agar kemurnian suara rakyat terjaga, maka proses pilkada harus didesain setransparan mungkin, akuntabel, dan dengan pengawasan yang ketat. Hal ini dilakukan agar keterpilihan para kepala daerah mendapat legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat.

Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah merupakan amanat Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 dan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Pelaksanaan pilkada secara serentak telah dimulai pada 2015. Penyelenggaran pilkada meski merupakan tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara di samping Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga merupakan tanggung jawab Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar pilkada dapat berjalan tertib dan lancar.

“Selain penyelenggaraan dan pengawasan oleh KPU dan Bawaslu, terdapat pula mekanisme penyelesaian pelanggaran sesuai dengan jenis dan tahapannya masing-masing. Pelanggaran kode etik menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP. Pelanggaran administrasi menjadi kewenangan Bawaslu, tindak pidana pemilihan menjadi kewenangan Sentra Gakumdu dan peradilan umum, sengketa tata usaha negara menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN. Sedangkan untuk memutus dan menyelesaikan perselisihan penetapan hasil perolehan suara para peserta atau pasangan calon, diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi,” urai Anwar.

Anwar menegaskan, pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 memiliki tantangan yang tidak biasa yaitu pandemi Covid-19 yang tidak hanya dialami Indonesia tetapi juga berbagai negara. Saat ini jika pandemi Covid-19 dihadapkan pada pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 akan mengalami kondisi yang sangat dilematis. Di satu sisi, negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak konstitusional warga negara dalam berdemokrasi. Di sisi lain, negara dihadapkan dengan kondisi untuk melaksanakan protokol kesehatan demi tidak meluasnya wabah Covid-19.

“Pelaksanaan protokol kesehatan tersebut juga merupakan bagian dari pemenuhan hak kesehatan masyarakat sesuai dengan amanat Konstitusi. Tantangan dan pilihan dalam melaksanakan Pilkada Serentak Tahun 2020 memang terasa berat. Bahkan terjadi penundaan pemungutan suara pilkada serentak yang semula akan dilaksanakan pada 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020,” lanjut Anwar.

Sementara Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah menyampaikan, beberapa upaya yang dilakukan MK dalam rangka menyukseskan pelaksanaan agenda nasional Pilkada Serentak Tahun 2020. Salah satunya dengan menyelenggarakan Bimtek hukum acara MK tentang prosedur beracara penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Tahun 2020 kepada berbagai stakeholder MK yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Salah satu stakeholder MK adalah Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Dikatakan Guntur, Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 bertujuan meningkatkan pemahaman dan menyamakan persepsi masyarakat mengenai Konstitusi, MK, Putusan MK dan isu-isu ketatanegaraan lainnya.

“Selain itu Bimtek bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkhusus mengenai Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Tahun 2020. Kegiatan ini diselenggarakan selama tiga hari dua malam yang dimulai pada Selasa 24 November sampai dengan Kamis 26 November 2020. Sampai dengan saat ini alumni kegiatan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi telah tercatat sebanyak 21.842 orang yang terdiri dari berbagai latar belakang, baik melalui kegiatan Bimtek Hukum Acara MK maupun kegiatan peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara,” papar Guntur.  

Sedangkan Presiden DPP KAI Siti Jamaliah Lubis mengungkapkan, KAI telah tiga kali berpartisipasi mengikuti kegiatan Bimtek MK. Pertama, Bimtek Penyelesaian Perkara Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota  Tahun 2018 yang diikuti 165 peserta. Kedua, Bimtek Penyelesaian Hasil Pemilu Tahun 2019 yang diikuti 100 peserta. Kemudian ketiga, kegiatan kali ini yaitu Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 yang diikuti 400 peserta.

“Kami sangat berterima kasih kepada Mahkamah Konstitusi. Saya harapkan para peserta dapat mengikuti terus  kegiatan bimtek selama tiga hari meski bimtek melalui online kadang mengalami gangguan sinyal,  para anggota kami di daerah-daerah mengalami kesulitan. Tapi mudah-mudahan tetap dapat mengikuti bimtek sampai selesai. Saya juga berharap, Pilkada Serentak Tahun 2020 berjalan dengan baik dan mendapatkan kepala daerah yang benar-benar berintegritas, amanah. Jangan sampai kepala daerah terpilih, baru enam bulan menjabat sudah ditangkap KPK,” tandas Siti.

 

Penulis: Nano Tresna Arfana.

Editor: Nur R.

Source: Laman Mahkamah Konstitusi