Tak Hanya Retorika, Butuh Pembuktian Guna Menjaga Independensi Peradilan
![](https://mkri.id/public/content/berita/original/16727.jpg)
JAKARTA, HUMAS MKRI - Bagi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), prinsip independensi merupakan hal penting yang harus menyertai setiap perkara yang dimohonkan sehingga dihasilkan putusan yang bersih dan berdasarkan pada hukum yang adil. Untuk lembaga peradilan, independensi ini umumnya ditunjukkan ketika lembaga peradilan tersebut berhasil melepaskan diri dari intervensi berbagai pihak termasuk opini publik. Sehingga tak dapat dipungkiri, kepercayaan publik adalah pilar utama dan tak terpisahkan dari kredibilitas MKRI. Maka, dalam upaya menjaga independensi lembaga ini, tidak hanya butuh retorika namun diperlukan bukti yang menunjukkan hal tersebut pada publik. Demikian kata-kata pembuka yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dalam seminar yang digelar Max Planck Foundation (MPF) bersama Mahkamah Agung Maladewa secara virtual pada Senin (9/11/2020).
Dalam kegiatan bertema “Public Relation Strategy to Maintain and Ensure the Independence of the Constitutional Court” ini, Guntur mengungkapkan melalui keterbukaan publik akan diperoleh upaya terukur dan sistematis dalam menjaga prinsip independensi lembaga peradilan yang dicita-citakan. Terkait dengan independensi MK, sangat berhubungan dengan fungsi kehumasan yang dilaksanakan oleh Biro Humas dan Protokol MK. Adapun tujuan utama dari bidang ini, di antaranya menghimpun dan memberikan informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi publik; menyampaikan informasi secara cepat dan akurat pada saat yang tepat kepada publik; serta mengelola dan bekerja sama dengan pers untuk menunjukkan citra dan kredibilitas lembaga.
Melalui paparan berjudul “Practice and Experience of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia”, Guntur menyebutkan, memasuki era demokrasi dan keterbukaan serta kemandirian maka lembaga peradilan dituntut untuk selalu diiringi dengan prinsip transparansi. Oleh karena itu, MKRI menyadari jika keterbukaan lembaga juga merupakan bagian dari jawaban atas tuntutan dan harapan masyarakat atas hak memperoleh informasi. “Berdasarkan hal tersebutlah, MK meyakini bahwa keterbukaan tidak hanya menjadi kewajiban, namun juga menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi,” jelas Guntur yang hadir didampingi Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri Fajar Laksono dan Kepala Subbagian Kerja Sama Luar Negeri Immanuel Hutasoit dari Gedung MK.
Transparan dalam Segala Aspek
Melanjutkan diskusi di hadapan sejumlah 30 peserta kegiatan dari berbagai negara ini, Guntur menyebutkan MKRI membuat sebuah strategi kehumasan berupa penyediaan dan pembukaan akses ke semua informasi pada publik mengenai kegiatan dan kinerja MK, baik persidangan maupun nonpersidangan. Melalui keterbukaan ini, tidak ada lagi ruang gelap yang dapat menimbulkan prasangka atau ketidakpastian yang tidak dapat diketahui oleh masyarakat luas. Dengan ini, MKRI telah membuang jauh rezim yang tertutup. Semua informasi ditampilkan melalui laman resmi www.mkri.id. Selain itu, masyarakat juga dapat dengan cepat mengakses informasi yang dibutuhkan dengan platform Instagram, Facebook, Youtube, dan Twitter. Melalui optimalisasi dari platform yang ada ini, MKRI memaksimalkan pula dukungan ini bagi publisitas kegiatan dan kinerjanya untuk diketahui oleh masyarakat luas.
Profesionalisme Media
Usai memaparkan materi diskusi, para peserta webinar diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan pada para pemateri. Salah satunya peserta, Brynne Gutrie dari Max Planck Foundation mengajukan pertanyaan terkait dengan batasan dan mekanisme yang dilakukan MKRI dalam membuka akses lembaga pada publik. Menanggapi hal ini, Guntur menjawab bahwa pada praktiknya MKRI membuka secara bebas dan tidak memberikan rambu-rambu tertentu bagi media dan masyarakat untuk mengakses berbagai informasi yang dibutuhkannya. Terhadap isi pemberitaan yang nantinya dibuat oleh media, Guntur pun menyatakan MKRI memberikan kepercayaan sepenuhnya pada media atas informasi yang ingin diungkapkan, sepanjang data-data yang dituliskan sesuai dengan yang dipublikasikan pada laman resmi lembaga.
“MKRI tidak memberikan batasan untuk media dalam memberitan tentang MK. Semua yang terkait MK adalah suatu bentuk komunikasi dengan publik. Dengan demikian, akses tanpa batasan ini sepenuhnya bergantung pada profesionalisme media saja. Dan sepanjang tidak melenceng dari data yang ada pada laman MK, maka kami percaya ada kode etik jurnalis yang juga dipegang teguh oleh media dalam menyampaikan informasi lebih luas pada masyarakat. Kami berpikir positif dengan hal yang akan disampaikan semua media,” jawab Guntur dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Imogen Canavan dari MPF, Mathilda Twomey dari Judicial Institute for Africa (JIFA), dan Aisha Shujune Muhamad dari MA Maladewa. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor; Lulu Anjarsari
Source: Laman Mahkamah Konstitusi