Advokat Usulkan MK Bentuk Pusat Bantuan Hukum Bagi Masyarakat

JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah advokat mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) guna mendiskusikan kemudahan akses persidangan MK bagi masyarakat terutama para pencari keadilan pada Kamis (19/3/2020) pagi. Tiga advokat yang hadir, yakni Viktor Santoso Tandiasa, Johanes Mahatma Pambudianto serta Arief, diterima langsung oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, Panitera Muda I Triyono Edy Budhiarto, Panitera Muda II Wiryanto, Panitera Muda III Ida Ria Tambunan, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Heru Setiawan, Plt. Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Tatang Garjito, serta Peneliti MK Nallom Kurniawan.

Viktor mewakili advokat yang hadir tersebut menyampaikan persoalan yang dialami masyarakat dalam mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Menurut Viktor, masyarakat awam terkendala dalam membuat permohonan yang baik, karena loket penerimaan perkara terbatas hanya dapat memandu dalam hal pembuatan permohonan sesuai dengan format yang berlaku.

“Saya mengamati perkembangan di Mahkamah Konstitusi, tidak semua pos bantuan hukum di pengadilan memahami hukum acara Mahkamah Konstitusi secara mendalam. Ketika ada masyarakat yang ingin berkonsultasi dia akan datang ke Mahkamah Konstitusi dan diarahkan ke loket bagian perkara, namun konsultasi yang diberikan sifatnya hanya informasi, memang sangat terbatas tidak sampai pada persoalan substansi,” ujar Viktor.

Karena keterbatasan itu, lanjut Viktor, biasanya permohonan pemohon akhirnya diputus oleh MK tidak dapat diterima. Ia menilai hal ini membuat perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara yang menjadi tugas MK menjadi tidak sempurna. Viktor mengatakan bahwa mungkin MK perlu membentuk pos bantuan perkara konstitusi, seperti pengadilan tingkat pertama yang memiliki pos bantuan hukum, posbakum, yang memberikan bantuan hukum secara gratis kepada masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu. Ia melanjutkan, dalam sidang pendahuluan hakim konstitusi juga memberikan beban yang baru bagi pemohon yang awam dan belum pernah berperkara di MK, “Hakim Konstitusi kemudian menambah beban bagi warga negara yang tidak menggunakan kuasa dan sama sekali belum pernah berkonsultasi,” kata Viktor.

Dirinya memberikan contoh dalam pengujian undang-undang yang persidangannya digabung, hakim konstitusi menyarankan kepada pemohon untuk berkonsultasi dengan kuasa hukum dalam perkara berbeda yang ada di sampingnya. Hal tersebut tercatat dalam risalah sidang. Viktor menilai hal ini terjadi karena terbatasnya konsultasi yang diberikan loket penerimaan perkara. Untuk itu, ia mengusulkan MK dapat membentuk pos bantuan perkara konstitusi, agar masyarakat pencari keadilan dapat berkonsultasi secara mendalam sebelum mengajukan permohonan.

Selain itu, Johanes Mahatma Pambudianto menambahkan, bahwa merumuskan perkara di MK memiliki perbedaan dengan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Ia menjelaskan, bahwa pihaknya selama ini berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menggugat suatu undang-undang tidak harus selalu turun ke jalan, namun juga dapat menggugatnya di MK. Namun demikian, masyarakat juga perlu mendapatkan pemahaman dalam menyusun permohonan perkara pengujian undang-undang.

Menyambut Baik

Terhadap usulan tersebut, Sekjen MK M. Guntur Hamzah menyambut baik ide mengenai keterbukaan MK dalam memberikan konsultasi kepada masyarakat. Menurutnya, memang ada keterbatasan masyarakat di masyarakat pencari keadilan dalam menyusun 

permohonan. Apalagi ada keterbatasan dari hakim konstitusi dan pegawai MK untuk tidak masuk dalam substansi permohonan.

Jika hanya sekadar memberikan jasa konsultasi, Guntur mencontohkan ada advokat yang terkenal hanya fokus berperkara di MK Jerman. Hal ini membantu masyarakat Jerman yang ingin berkonsultasi tentang perkara-perkara konstitusi. Namun demikian advokat tersebut tidak mau terikat dengan lembaga MK sebagai bentuk independensi, karena tidak ingin dianggap sebagai perpanjangan tangan MK.

Namun demikian, Guntur mengungkapkan, jika MK memberikan ruang kepada masyarakat untuk berkonsultasi melalui laman MK seperti usul yang disampaikan, hal tersebut memberikan inspirasi baru bagi MK untuk membuka layanan interaktif serta membuat tayangan video yang menjelaskan hak konstitusional warga negara.

Ada Sarana Nasihat Hakim

Sementara Peneliti MK Nalom Kurniawan mengatakan pembentukan posbakum di peradilan umum didasari oleh perintah undang-undang yang mewajibkan seorang terdakwa harus didampingi kuasa hukum. Namun, lanjutnya, MK tidak terkait dengan penerapan hukum, melainkan pada proses pembuatan hukum dan bergantung pada tafsir dari pemohon dan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat selaku pembentuk Undang-Undang. Oleh sebab itu, dalam UU MK, ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh hakim konstitusi, yaitu memberikan nasihat kepada pemohon.

Selain itu, Nalom mengatakan MK Republik Indonesia lebih progresif dibanding MK negara lain. Ia memaparkan MK Republik Indonesia selalu membuka diri agar publik dapat mengikuti persidangan dan mengetahui perkembangan dari setiap perkara. Selain itu, ia menambahkan bahwa berperkara di MK tidak selalu dilihat dari menang dan kalah, karena terhadap perkara yang ditolak pun MK juga memberikan pesan melalui pertimbangan hukum dalam putusan. (Ilham/LA)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi