Pemohon Perkuat Dasar Hukum Uji Ketentuan Keterwakilan Perempuan sebagai Hakim Konstitusi

JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang uji materiil Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/5/2025). Para Pemohon, yakni Aulia Shifa Salsabila, Meika Yudiastriva, Safira Ika Maharani, Nadia Talitha Ivanadentrio, Dzaky Alfakhri, dan Satrio Anggito Abimanyu pada sidang kedua ini menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan.
Alan Fatchan Gani selaku kuasa hukum para Pemohon menjelaskan telah menambahkan norma yang diujikan pada permohonan, yakni Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU MK. Kemudian, para Pemohon juga menambahkan satu Pemohon baru atas nama Sri Hastuti yang merupakan dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
“Pemohon tujuh telah memenuhi syarat, di antaranya memiliki pengalaman 30 tahun di bidang hukum dan syarat-syarat terkait lainnya, kecuali usia karena masih berusia 53 tahun dan kami sudah uraikan semuanya dalam perbaikan permohonan. Sehingga Pemohon VII telah memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi dan dipastikan Pemohon ini mengalami kerugian yang setidaknya potensial akan terjadi,” jelas Alan di hadapan Hakim Sidang Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Salah satu petitum yang diinginkan para Pemohon, yakni meminta Mahkamah menyatakan Pasal 18 ayat (1) UU MK bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hakim konstitusi diajukan masingmasing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden dengan memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh total komposisi hakim”.
Baca juga: Mahasiswa Inginkan Keterwakilan Perempuan Minimal 30 Persen sebagai Hakim Konstitusi
Pada Sidang Pendahuluan, Rabu (23/4/2025) para Pemohon menyebutkan bahwa ketiadaan aturan mengenai keterwakilan perempuan dalam komposisi hakim konstitusi menjadi dalil utama dalam pengajuan Perkara 27/PUU-XXIII/2025 ini. Diakui oleh para Pemohon dirinya belum memenuhi syarat kumulatif menjadi hakim Mahkamah Konstitusi, namun berpotensi untuk memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi di masa mendatang. Dengan demikian, para Pemohon setidak-tidaknya potensial mengalami kerugian konstitusional atas keberlakuan norma tersebut.
Sebab, ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki. Akibatnya para Pemohon menilai terdapat ketidakpastian hukum karena secara aktual dan potensial tidak terdapat kepastian kuota kursi menjadi hakim konstitusi. Utamanya para Pemohon meminta agar diberikan ruang yang terbuka bagi perempuan untuk ikut andil dalam penentuan keputusan hukum di masyarakat, termasuk menjadi hakim konstitusi dengan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam komposisi hakim konstitusi.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi