Perkumpulan Pemantau Sawit Perbaiki Permohonan Uji UU Ciptaker Bidang Kehutanan

JAKARTA, HUMAS MKRI – Perkumpulan Pemantau Sawit (Sawit Watch) sebagai Pemohon Perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024 memperbaiki permohonannya mengenai pengujian materi Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dalam Paragraf 4 Pasal 37 angka 4, angka 6, dan angka 20 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut Pemohon, ketentuan-ketentuan tersebut mengakibatkan kerugian konstitusional bagi kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit dan menghambat transformasi perkebunan sawit berkelanjutan.
“Menurut pandangan Pemohon, menimbulkan kerugian konstitusional bagi anggota Pemohon maupun petani yang didampingi Pemohon, tidak berpihak kepada kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit dan menimbulkan ketidakadilan bagi perkebunan sawit skala kecil, serta upaya mendorong transformasi perkebunan sawit berkelanjutan yang bebas dari deforestasi menjadi terhalangi,” ujar kuasa hukum Pemohon, Raja Martahi Nadeak dalam sidang perbaikan permohonan pada Kamis (6/3/2025) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Kemudian, dia langsung membacakan petitumnya yang telah diperbaiki. Pemohon dalam petitumnya memohon kepada Mahkamah untuk mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 12A ayat (2) sepanjang kalimat “dikecualikan” dan “dan terdaftar dalam kebijakan penataan Kawasan Hutan” UU 18/2013 serta menyatakan Pasal 17A ayat (2) sepanjang kalimat “dikecualikan” dan “dan terdaftar dalam kebijakan penataan Kawasan Hutan” UU 18/2013 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan”; menyatakan Pasal 110B ayat (1) sepanjang frasa “Kegiatan lain” UU 18/2013 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; serta menyatakan Pasal 110B ayat (2) sepanjang frasa “paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektare” UU 18/2013 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “tidak berlaku orang perseorangan yang telah menguasai/memiliki dan mempergunakan tanahnya sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan.”
Baca juga:
Perkumpulan Pemantau Sawit Persoalkan UU Cipta Kerja Bidang Kehutanan
Sebagai informasi Perkumpulan Pemantau Sawit merupakan lembaga yang berdiri sejak 1998 yang salah satu kegiatannya melakukan kajian terhadap kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam khususnya sawit dan dampaknya terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi. Pemohon diwakili Koordinator Badan Pengurus Perkumpulan Pemantau Sawit Nurhanudin Achmad. Pemohon melihat sanksi administratif dan denda administratif di bidang kehutanan yang diatur UU 18/2013 bukanlah sebuah solusi yang benar karena hanya akan menjadi sebagai upaya pengampunan atau pemutihan bagi perkebunan-perkebunan sawit perusahaan besar di dalam kawasan hutan.
Berkaitan dengan permohonan uji materi tersebut, Pemohon juga ingin memperjuangkan kepentingan hukumnya karena sebagai lembaga yang bertujuan untuk mencari dan memberikan keadilan hukum serta kepastian hukum hingga perlindungan hukum kepada petani/pekebun dan masyarakat adat yang telah tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan Indonesia, agar visi dan misi Pemohon dapat terwujud kembali dengan baik. Berlakunya pasal-pasal a quo menurut Pemohon akan menghalangi visi, misi, maupun usaha-usaha Pemohon dalam memperjuangkan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam melalui perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan serta penguasaan sumber daya alam secara adil dan lestari.
Pemohon menguraikan orang perorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a sampai dengan huruf f dan/atau huruf h UU a quo, banyak yang belum terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan, maka tugas pemerintah harus melakukan penataan kawasan hutan terhadap orang perorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan. Dengan adanya ketentuan harus terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan sebagaimana ketentuan Pasal 12A UU a quo, membuat pemerintah berpotensi bertindak represif terhadap orang perorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang belum terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan.
Menurut Pemohon, seharusnya pemerintah bertindak persuasif terhadap orang perorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau sekitar kawasan hutan yang belum terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan dengan melakukan kebijakan penataan kawasan hutan in casu melakukan pendaftaran orang perorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang belum terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan di dalam kebijakan penataan kawasan hutan.
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Sebelum menutup persidangan, Guntur menyampaikan, sidang ini akan dilaporkan kepada para hakim konstitusi lainnya melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus apakah permohonan ini akan diputus tanpa pemeriksaan persidangan/sidang pleno atau dilanjutkan dengan menggelar pemeriksaan persidangan untuk menghadirkan ahli, pihak terkait, dan/atau pemberi keterangan.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: N. Rosi
Humas: Fauzan F.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi