Pemohon Perbaiki Petitum Permohonan Uji UU Pengadilan Pajak

JAKARTA, HUMAS MKRI – Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menyampaikan perbaikan permohonan pengujian materi Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu poin perbaikan ialah perubahan norma yang diuji dari yang sebelumnya Pasal 34 ayat (2) huruf c menjadi Pasal 34 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) UU 14/2002.
“Sesuai dengan petunjuk Majelis Hakim Panel terhadap adanya kemungkinan pasal lain yang berpotensi bermasalah juga telah kami diskusikan dan kami tambahkan sebagai objek pengujian baru yakni pada Pasal 34 ayat (3),” ujar I Putu Gede Putra Sentana selaku kuasa hukum Pemohon secara daring dalam sidang perbaikan permohonan Perkara Nomor 25/PUU-XXIII/2025 pada Selasa (6/5/2025).
Pemohon mempersoalkan adanya syarat lain yang ditetapkan menteri keuangan yang harus dipenuhi untuk menjadi kuasa hukum di pengadilan pajak sebagaimana disebutkan pasal-pasal yang diuji tersebut. Selengkapnya bunyi norma-norma yang diuji yaitu Pasal 34 ayat (2) UU 14/2002 menyebutkan “Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia; b. mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan; c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.” Sementara Pasal 34 ayat (3) UU 14/2022 menyebutkan “Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diperlukan.”
Pemohon juga memperbaiki petitumnya. Pemohon memohon Mahkamah untuk menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU 14/2002 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU 14/2002 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia; b. Persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat.” serta menyatakan Pasal 34 ayat (3) UU 14/2002 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca juga: Mempersoalkan Adanya Syarat Lain Untuk Jadi Kuasa Hukum Pengadilan Pajak
Dalam sidang pendahuluan pekan lalu, Pemohon mengatakan, kuasa hukum perkara pajak tidak boleh dibedakan dengan advokat yang mendampingi klien di pengadilan lainnya. Seorang advokat yang ingin beracara di pengadilan-pengadilan khusus lainnya yang berada dalam lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) hanya cukup memiliki Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA) yang masih berlaku, berita acara pengambilan sumpah advokat, dan surat kuasa dari klien yang diwakilinya. Jikapun tetap diperlukan persyaratan formil seperti yang diatur dalam peraturan menteri guna kepentingan perkara pajak, maka seyogyanya diatur dalam instrumen undang-undang, bukan peraturan menteri.
Pemohon menyampaikan prinsip-prinsip yang melekat pada advokat akan terancam apabila masih ada kekuasaan yang mengendalikan advokat tersebut, dalam hal ini kekuasaan eksekutif melalui menteri keuangan. Diaturnya persyaratan menjadi kuasa hukum dalam Peraturan Kementerian Keuangan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam proses persidangan pada perkara perpajakan yang dapat menghambat independensi dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya.
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Sebelum menutup persidangan, Guntur mengatakan sidang ini akan dilaporkan kepada para hakim konstitusi lainnya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan tindak lanjut atas permohonan ini.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina
Source: Laman Mahkamah Konstitusi