Penguji Standar Kompetensi Capres-Cawapres Mangkir Sidang

JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang Warga Negara Indonesia bernama Muhammad Hudaya Muniib mempersoalkan ketiadaan pengaturan standar kompetensi akademik, psikotes, kemampuan berbahasa Inggris, dan tes IQ bagi calon presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Sidang Perkara Nomor 18/PUU-XXIII/2025 dipimpin Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur pada Rabu (19/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sejatinya, agenda sidang adalah pemeriksaan pendahuluan. Namun hingga panel hakim membuka persidangan, Pemohon tidak kunjung hadir baik secara daring maupun luring dalam persidangan.

“Karena ketidakhadiran Pemohon Perkara Nomor 18/PUU-XXIII/2025 sampai saat ini dan telah dilakukan pemanggilan sekali lagi kepada Pemohon, tetapi hasil pemanggilan dan pengecekan sampai detik ini belum hadir. Maka sidang dinyatakan selesai dan ditutup,” ucap Hakim Konstitusi Guntur.

Sebagai informasi, pada permohonannya Pemohon menyatakan Pasal 169 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Ketiadaan standar ini menurut Pemohon berakibat pada munculnya pemimpin yang tidak kompeten, khusunya pada beberapa periode sebelumnya yang berdampak pada lahirnya kebijakan ekonomi yang lemah, defisit anggaran, dan diplomasi yang kurang efektif. Lebih jelas, Hudaya mengatakan bahwa ketiadaan persyaratan ini juga berdampak pada pembuatan kebijakan yang tidak berbasis data dan riset, sehingga berisiko merugikan kepentingan rakyat secara luas.

 

Tanpa standar kompetensi yang jelas, keputusan yang diambil dalam bidang ekonomi, hukum, pendidikan, dan hubungan internasional dapat didasarkan pada popularitas semata, bukan pada keahlian dan kapabilitas kepemimpinan yang objektif. Tanpa standar kompetensi calon pemimpin yang jelas, Indonesia berisiko mengalami stagnasi ekonomi, kebijakan yang tidak berbasis riset, serta kelemahan dalam hubungan diplomatik internasional.


Selengkapnya baca: Permohonan Perkara Nomor 18/PUU-XXIII/2025


Penulis: Sri Pujianti.

Editor: N. Rosi

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.


 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi