Permohonan Uji Aturan Kewajiban Pemulihan Kesehatan Mental dalam UU LLAJ Dicabut

JAKARTA, HUMAS MKRI – Muhammad Yahya Azaria kembali hadir secara daring dalam Sidang Lanjutan permohonan Perkara Nomor 186/PUU-XXII/2024 menyoal adanya aturan yang mewajibkan setiap rumah sakit untuk menyediakan layanan pendampingan psikologis bagi keluarga korban lakalantas. Ketentuan tersebut menurut Pemohon termuat dalam Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Dalam sidang dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan, Yahya menyatakan mencabut permohonan perkara. Sebagaimana penasihatan Hakim Konstitusi pada sidang terdahulu, Pemohon menyatakan norma yang diujikan telah sesuai atau konstitusional.
“Nanti kami akan melaporkan pencabutan permohonan dalam rapat permusyawaratan hakim, sehingga Saudara menunggu kabar selanjutnya berkaitan dengan sikap Mahkamah atas pencabutan perkara ini,” jelas Ketua MK Suhartoyo pada Sidang Panel yang dipimpinnya bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah sebagai hakim anggota pada Senin (17/3/2025).
Baca juga: Trauma Akibat Lakalantas, Keluarga Korban Minta Ada Aturan Kewajiban Pemulihan Kesehatan Mental
Pada Sidang Pendahuluan, Selasa (4/3/2025) Pemohon pada alasan permohonan mengungkapkan kecelakaan lalu lintas (lakalantas) tidak hanya menyebabkan trauma secara fisik, tetapi tak jarang pula menyisakan trauma psikologis bagi korban. Atas dasar inilah, Pemohon yang pernah menyaksikan langsung lakalantas yang dialami oleh orangtuanya mengalami trauma psikologis berkepanjangan. Pemohon menceritakan bahwa dua tahun yang lalu, Pemohon mengalami dampak trauma mendalam akibat tragedi kecelakaan yang menimpa orang tuanya. Hal ini berdampak bagi Pemohon yang memerlukan waktu sekurang-kurangnya tiga bulan untuk memperoleh kembali suasana kehidupan normal. Oleh karenanya, Pemohon mengajukan uji Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi.
Pemohon menyatakan dukungan psikologis menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pemulihan. Sebab tanpa adanya layanan pendampingan psikologis yang memadai, Pemohon dan keluarga korban lainnya akan menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dalam mengatasi trauma. Oleh karena itu, Pemohon sangat berharap agar sistem layanan kesehatan di Indonesia dapat diubah dan diperbaiki untuk mencakup layanan pendampingan psikologis bagi keluarga korban kecelakaan. Sebab, dalam kurun waktu tiga bulan tersebut, Pemohon merasakan kesulitan berpikir, ketakutan akan kehilangan, trauma yang sangat mendalam, dan kecenderungan untuk menutup diri dari dunia luar. Meskipun Pemohon terus merawat orang tua Pemohon sebagaimana seharusnya, hal ini juga menambah beban psikis yang dirasakan Pemohon.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina
Source: Laman Mahkamah Konstitusi