Jaksa Sempurnakan Dalil Permohonan Uji UU ITE Soal Kritik di Medsos

JAKARTA, HUMAS MKRI - Majelis Sidang Panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama dengan Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah kembali menggelar sidang uji materiil terhadap Pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 45 ayat (7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sidang lanjutan dari permohonan Jovi Andrea Bachtiar (Jaksa pada Kejaksaan Republik Indonesia)  ini dilaksanakan di Ruang Sidang Panel MK pada Kamis (19/9/2024). Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan Perkara Nomor 115/PUU-XXII/2024.

Jovi Andrea Bachtiar (Pemohon) melalui kuasa hukumnya, Welly Anggara menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan. Beberapa di antaranya, perbaikan identitas Pemohon, kedudukan hukum Pemohon sebagai WNI dan jaksa, pengantar kasus secara konkret yang dialami Pemohon, dan argumentasi terkait KUHP (baru) yang akan berlaku Januari mendatang serta implikasinya terhadap Pemohon.

“Berikutnya Pemohon juga memasukkan beberapa penafsiran MK terkait Pasal 14 dan 15 KUHP, penjabaran mengenai legal standing Pemohon, dan jabaran tentang putusan-putusan MK yang mendefinisikan makna ‘kepentingan umum’. Kemudian Pemohon juga menambahkan landasan pengujian semula hanya Pasal 28E ayat (3) kemudian direkomendasikan menjadi Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945 yang dijabarkan secara komprehensif,” kata Welly dalam sidang yang dihadirinya secara daring.  


Baca juga:

Jaksa Tersandera Kriminalisasi Berdasarkan UU ITE Usai Posting Kritik


Pada Sidang Pendahuluan, Selasa (3/9/2024) lalu, Pemohon melalui tim kuasa hukumnya menyebutkan bahwa Pemohon sedang dalam proses hukum atas laporan pengaduan ke Kepolisian Resor Tapanuli Selatan terkait kritik di media sosial (medsos) terhadap penyelenggara negara yang dinilainya menyalahgunakan kewenangan dengan menggunakan fasilitas negara secara sembarangan. Akibatnya, Pemohon dilaporkan dan ditahan di wilayah hukum Kepolisian Resor Tapanuli Selatan. Dalam pandangan Pemohon, ketidaksediaan seorang ASN yang dikirik tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya ketidakjelasan dalam memaknai frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP dan frasa “untuk kepentingan umum” dalam Pasal 45 ayat (7) UU ITE.

Pada hakikatnya, Pemohon menilai pasal-pasal tersebut berpotensi membuka posibilitas untuk mengkriminalisasi sebagaimana yang dialami Pemohon hanya karena mengkritik sesama penyelenggara negara. Oleh karenanya, Pemohon menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945.

Untuk itu, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan frasa “dilakukan demi kepentingan umum” dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk juga “kritik terhadap kebijakan pemerintah, kritik terhadap penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan atau berbuat sewenang-wenang terhadap masyarakat, dan kritik agar penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara secara sembarangan apalagi tanpa hak.” Sehingga rumusan Pasal 310 ayat (3) KUHP berubah menjadi, “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan untuk membela diri atau demi kepentingan umum seperti kritik terhadap kebijakan pemerintah, kritik terhadap penyelenggara negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan atau berbuat sewenang-wenang terhadap masyarakat, dan kritik agar penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara secara sembarangan apalagi tanpa hak.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: N. Rosi.

Humas: Tiara Agustina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi