Guru Honorer Pertanyakan Ketidakpastian Penataan Pegawai Non-ASN

JAKARTA, HUMAS MKRI - Dhisky yang berprofesi sebagai guru honorer mengajukan pengujian Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Pendahuluan terhadap Perkara Nomor 119/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh ini digelar di Ruang Sidang Panel MK pada Selasa (17/9/2024).

Pasal 66 UU ASN menyatakan, “Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN.”

Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan menyebutkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Pemohon adalah guru honorer dan telah mengajar sejak 2020 hingga saat ini. Pemohon juga telah mendapatkan PTK Dapodik ID dan masuk dalam pembagian tugas guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Namun Pemohon belum mendapatkan Nomor Unit Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Pada 2022 lalu Pemohon tidak bisa mengikuti seleksi PPPK guru karena data dapodik tidak dapat diverifikasi langsung dalam akun Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN). Kemudian pada 2023 Pemohon kembali mendaftar PPPK guru, namun kembali terkendala karena SSCASN terkunci dan hanya bisa melamar di sekolah induk, tetapi Pemda tidak membuka formasi.

Berpedoman pada norma yang ada Pemohon pada Desember 2024 belum berstatus ASN ataupun PPPK. Sehingga dapat dipastikan Pemohon akan diberhentikan sebagai pegawai non-ASN.

“Bahwa ketentuan Pasal 66 UU ASN tidak hanya berlaku bagi pegawai non-ASN yang ada di kementerian, namun berdampak pada seluruh instansi pemerintahan. Norma ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dibedakannya pegawai non-ASN atau dengan nama lainnya tersebut dengan keberadaan guru honorer yang diangkat oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah terhadap guru honorer murni ataupun guru honorer dengan kontrak kerja individu (KKI),” jelas Viktor.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 66 UU ASN terhadap frasa: “Instansi Pemerintah’, sepanjang tidak dimaknal: tidak termasuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah baik pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Nasihat Hakim

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam nasihat Majelis Sidang Panel mengatakan bahwa persoalan yang diujikan Pemohon perlu dipertegas mengingat dari pernyataan yang diujikan keseluruhan pasal, sedangkan pada petitum mendalilkan frasa tertentu. “Oleh karenanya perlu diperjelas dan dipertegas pertentangan pasal atau frasa yang diinginkan pada pengujian ini,” sebut Arief.

Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 30 September 2024 pukul 15.00 WIB ke Kepaniteraan MK. Selanjutnya Mahkamah akan menjadwalkan sidang berikutnya dengan menginformasikan terlebih dahulu kepada Pemohon.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: N. Rosi

Humas: Tiara Agustina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi