Anggota DPRD Kabupaten Bogor Perkuat Dalil Konstitusionalitas Penetapan Jumlah Kursi DPRD Kabupaten/Kota

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali gelar sidang kedua terhadap pengujian Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Rabu (18/9/2024). Sidang lanjutan dari Perkara Nomor 113/PUU-XXII/2024 dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan ini diketuai langsung oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah sebagai hakim anggota. Usep Syaefulloh (Anggota DPRD Kabupaten Bogor Periode 2019 – 2024/Pemohon I) dan Deva Syafa Syaefulloh (Pemohon II) sebagai prinsipal hadir langsung di Ruang Sidang Pleno MK.

Usep selaku Pemohon prinsipal menyebutkan telah melakukan beberapa perbaikan permohonan, di antaranya perubahan keberadaan para Pemohon yang semula berjumlah empat orang, yakni Ninik Setya Hastuti, Maya Sri Megawati, dan Rina Risnawati menjadi hanya dua Pemohon, yaitu Usep dan Deva Syafa Syaefulloh. Berikutnya, para Pemohon juga telah menghentikan perwakilan kuasanya kepada Ikhwan Fahrojih dan memilih menyampaikan secara langsung permohonan tanpa kuasa. Kemudian para Pemohon (baru) menyempurnakan bagian landasan pengujian menjadi hanya Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), 22E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UU 1945.

“Pemohon juga telah menghapus keberadaannya sebagai pembayar pajak, menambahkan uraian mengenai kesenjangan alokasi kursi untuk dapil Kabupaten Bogor. Selain itu Pemohon juga mengganti petitum untuk Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) huruf h sepanjang frasa memperoleh alokasi 55 kursi bertetangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum apabila tidak dimaknai kabupaten/kota jumlah penduduk lebih dari tiga juta – lima juta orang memperoleh alokasi 55 kursi dan lebih dari 5 juta orang membperoleh alikasi 65 kursi,” ujar Usep.  

Baca juga: Anggota DPRD Kabupaten Bogor Menyoal Konstitusionalitas Penetapan Jumlah Kursi DPRD Kabupaten/Kota

Saat Sidang Pendahuluan yang digelar pada Senin (2/9/2024) lalu, para Pemohon menyatakan pasal yang diujikan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut para Pemohon, prinsip proporsionalitas dapat dimaknai dalam mengalokasikan jumlah kursi yang termuat pada norma tersebut harus memperhatikan keberimbangan jumlah kursi dengan jumlah suara, sehingga akan terwujud prinsip kesetaraan nilai suara atau harga satu kursi antarkabupaten/kota.

Selain itu, para Pemohon berpendapat dalam menentukan jumlah kursi penting memperhatikan prinsip kohesivitas, yakni kesetaraan antardaerah yang memiliki karakteristik serupa, baik aspek sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas. Sehingga dalam pandangan Pemohon ketentuan pasal tersebut, tidak mendasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan nilai, ketaatan pada sistem pemilu proporsional, dan prinsip proporsionalitas, sehingga menyebabkan kerugian konstitusional secara langsung terhadap Pemohon I.

Sementara itu, sambung Ikhwan, Pemohon II sebagai ditetapkan sebagai peserta Pemilu calon Anggota DPRD sesuai Keputusan KPU Nomor 1098 Tahun 2023 tentang Daftar Calon Tetap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor dalam Pemilu Tahun 2024. Namun Pemohon II tidak dapat ditetapkan menjadi anggota DPRD terpilih dari Kabupaten Bogor Daerah Pemilihan 2 untuk pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor periode 2024 – 2029. Padahal suara Partai Gerindra Daerah Pemilihan 2 untuk pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor periode 2024 – 2029 mencapai 23.716 suara. 

Untuk itu, para Pemohon memohonkan agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa “paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi“ bertentangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) kursi dan paling banyak 65 (enam puluh lima) kursi.”.

Mahkamah juga dimohonkan agar menyatakan ketentuan Pasal 191 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa “memperoleh alokasi 55 (lima puluh lima) kursi“ bertentangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum apabila tidak dimaknai “Kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 3.000.000 (tiga juta) orang memperoleh alokasi 65 (enam puluh lima) kursi.“

Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina

Source: Laman Mahkamah Konstitusi