Guru Honorer Sempurnakan Dalil Ketidakpastian Penataan Pegawai Non-ASN dalam UU ASN

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) pada Selasa (1/10/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan Perkara Nomor 119/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dhisky yang berprofesi sebagai guru honorer.

Di hadapan Majelis Sidang Panel yang diketuai Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Nur Rizqi Khafifah dan Andronikus Dianja selaku kuasa hukum Pemohon membacakan secara bergantian pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon. Beberapa di antaranya yakni kedudukan hukum dan alasan permohonan adanya pertentangan pasal yang diujikan dengan UUD 1945.

Lebih jelas Nur Rizqi menyatakan bahwa terhadap jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, menurut Pemohon pada faktanya pemerintah tidak melakukan penataan dan pengangkatan melainkan melakukan tindakan perekrutan pegawai ASN dan PPPK. Hal ini berakibat pada kerugian bagi tenaga honorer karena harus kembali berkompetisi dengan fresh graduated dan pelamar lainnya. Selain itu, pasal a quo tidak hanya berlaku bagi pegawai Non-ASN di kementerian  tetapi juga akan berdampak pada instansi pemerintah yang terdapat tenaga honorer yang ada pada satuan pendidikan pada tingkat dasar, menegah, dan atas yang diselenggarakan oleh pemerintah.

“Artinya, apabila ketentuan norma tidak ditunda keberlakuannya sampai seluruh tenaga honorer bekerja sebelum UU ASN ini diundangkan diangkat menjadi pegawai ASN (PNS atau PPPK), selain tidak memberikan jaminan kepastian hukum maka terjadi juga pembersihan terhadap seluruh tenaga honorer dan akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” jelas Nur Rizqi.


Baca juga:

Guru Honorer Pertanyakan Ketidakpastian Penataan Pegawai Non-ASN


Pada Sidang Pendahuluan, Selasa (17/9/2024) lalu Pemohon mengatakan Pasal 66 UU ASN bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Pemohon adalah guru honorer dan telah mengajar sejak 2020 hingga saat ini. Pemohon juga telah mendapatkan PTK Dapodik ID dan masuk dalam pembagian tugas guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Namun, Pemohon belum mendapatkan Nomor Unit Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Pada 2022 lalu Pemohon tidak bisa mengikuti seleksi PPPK guru karena data dapodik tidak dapat diverifikasi langsung dalam akun Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN). Kemudian pada 2023 Pemohon kembali mendaftar PPPK guru, namun kembali terkendala karena SSCASN terkunci dan hanya bisa melamar di sekolah induk, tetapi Pemda tidak membuka formasi. Berpedoman pada norma yang ada, Pemohon pada Desember 2024 belum berstatus ASN ataupun PPPK. Sehingga dapat dipastikan Pemohon akan diberhentikan sebagai pegawai non-ASN.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 66 UU ASN pada frasa: “Instansi Pemerintah’, sepanjang tidak dimaknai, “tidak termasuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah baik pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Penulis: Sri Pujianti.

Editor: N. Rosi

Humas: Tiara Agustina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi