MK Gelar Diskusi Bersama APHAMK

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar acara focus group discussion (FGD) bersama 46 pengajar Mata Kuliah Hukum Acara MK, Jumat (20/7) hingga Sabtu (21/7). Acara yang diselenggarakan di Jakarta tersebut mengambil tema “Mahkamah Konstitusi sebagai Penjaga Konstitusi dan Ideologi”.

Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah menyebut FGD penting bagi perkembangan ilmu ketatanegaraan. Momentum tersebut, jelasnya, adalah kesempatan sesama akademisi untuk bertukar pikiran. Harapannya akan muncul masukan dan rekomendasi positif bagi ranah hukum tata negara Indonesia.

FGD tersebut, lanjutnya, dapat juga dimaknai sebagai pemanasan sebelum acara Simposium Asosiasi MK dan lembaga sejenis se-Asia (AACC) di Solo pada Agustus mendatang. Sebab, tema yang diangkat masih berkaitan dan berhubungan. “Kami membutuhkan sumbangsih dan pemikiran para dosen yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Acara MK (APHAMK) ini untu Simposium AACC,” ujarnya saat memberikan sambutan.

Guntur pun menyinggung tentang peran MK dalam pengembangan keilmuan tata negara secara khusus. Menurutnya, MK terlibat juga dalam pembentukan APHAMK pada akhir 2009 lalu. Hal tersebut untuk menjawab ilmu hukum tata negara yang semakin diminati sebagai salah satu obyek kajian hukum. MK dan APHAMK, imbuhnya, sudah lama menjalin hubungan yang erat dan tidak terpisahkan.

“Ke depan banyak kerjasama lain yang dapat digagas. Misal, terkait penyusunan Hukum Acara MK tentang impeachment presiden atau pembubaran partai politik,” jelasnya.

Sebab, menurutnya, dua hal tersebut belum pernah terjadi di Indonesia. Aturan hukum acaranya pun belum ada. “Disini sumbangsih pemikiran APHAMK sangatlah dinantikan,” ujarnya.

Sesi Materi

Dalam sesi materi, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjadi pembicara dengan tema “Menjaga Ideologi Bangsa Sebagai Bagian dalam Pembukaan Konstitusi”. Baginya ada kaitan erat antara MK sebagai penjaga ideologi bangsa dengan MK sebagai penafsir isi Pembukaan UUD. \\"Bagian pembukaan ibarat ruh dan memiliki peran penting bagi keseluruhan Konstitusi,\\" tegasnya.

Menurutnya, ketika MK menafsirkan isi Konstitusi, bagian pembukaan tidak boleh terlewat begitu saja. Pada bagian tersebut terkandung nilai Pancasila sebagai ideologi negara. “Penafsiran semacam ini dikenal sebagai Constitutional Morality,” jelas Wahiduddin.

Sementara, Staf Ahli Ketua MK Janedjri M. Gaffar menyebut Pancasila sebagai kaidah penuntun yang menentukan pembangunan hukum nasional. Menurutnya, Pancasila berperan sebagai pembentuk nilai nilai dasarnya. “Hukum yang dibentuk haruslah menciptakan keadilan sosial, non diskriminasi, serta demokratis,” tegasnya.

Selain itu, Janedjri menegaskan MK sebagai lembaga peradilan jelas tak bisa lepas dari Pancasila. Sebab dalam memutus perkara, MK terikat dengan kaidah penuntun yang lahir dari nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, dalam beberapa kasus uji materiil, batu ujinya tidak hanya UUD 1945, tetapi juga Pancasila. “Kasus uji materiil UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) adalah contohnya. Sebab pada undang-undang tersebut konsiderannya tidak memuat landasan filosofis,” jelasnya.

Pada akhir kegiatan, APHAMK pun mengeluarkan lima poin rekomendasi. Pertama, kedudukan Pancasila dalam sistem hukum Indonesia adalah sumber dari segala sumber. Produk perundang-undangan   harus sejalan dengan Pancasila sebagai State Fundamental Norm. Kedua, Pancasila sebagai ideologi negara adalah satu kesatuan tak terpisahkan dengan pasal pasal di UUD 1945. Memisahkan pasal pasal dengan pembukaan yang di dalamnya terdapat Pancasila menyebabkan norma yang ada di batang tubuh kehilangan arah. Artinya, menfasirkan UUD 1945 harus sesuai dengan norma yang dasarnya adalah Pancasila.

Ketiga, pengembangan kewenangan MK harus dilakukan secara maksimal sesuai dengan perkembangan hukum tata negara. Misal, terkait impeachment presiden dan pembubaran partai politik belum pernah dilakukan. Keempat, putusan MK yang bernafaskan nilai nilai Pancasila belum tersosialisasikan masif di masyarakat. Harus lebih digalakkan lagi upaya MK dalam melakukan diseminasi oleh MK ke tengah tengah masyarakat.

Kelima, pengoptimalan APHAMK dari tingkat pusat hingga daerah oleh MK. APHAMK dilibatkan dalam penyusunan silabus baru terkait mata kuliah hukum acara MK, diseminasi tentang hukum acara MK, pergantian UU MK, serta pengoptimalan video conference sebagai sarana penunjang persidangan.

(ARS/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi