Janedjri: Saksi Perkara Pemilu Legislatif 2014 Harus Diseleksi dan Dipilah

 

 

Pengajuan permohonan perkara perselisihan hasil pemilu legislatif 2014 hanya dimungkinkan dalam waktu 3 x 24 jam pertama setelah penetapan hasil oleh KPU. Sedangkan 3 x 24 jam kedua digunakan oleh pemohon untuk melakukan perbaikan dan melengkapi permohonan. Kemudian permohonan online melalui website, faksimili, email dapat digunakan, tetapi hanya bersifat pemberitahuan saja dan terikat dalam tenggang waktu 3 x 24 jam pertama.

Hal tersebut dijelaskan oleh Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar dalam Diklat Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Legislatif 2014 bagi Pengacara Konstitusi, Rabu (23/4) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

Dalam Peraturan MK (PMK) yang baru, disebutkan bahwa MK akan mengumumkan permohonan gugatan pemilu melalui media massa cetak nasional. Ketentuannya, dua hari kerja sejak permohonan dicatat.

“Permohonannya tebal-tebal. Kalau  Bapak dan Ibu tak ada waktu datang ke MK, bisa di-download di laman MK,” ucap Janedjri yang didampingi Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK, M. Guntur Hamzah.

Selain itu, di dalam PMK yang baru disebutkan juga  putusan sengketa pemilu legislatif paling lambat pada 27 Juni 2014. Bahkan, ujar Janedjri, bisa lebih cepat dari tanggal tersebut. Karena tanggal 27 Juni itu kalau perhitungannya 30 hari kerja. “Pengalaman menunjukkan,  pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 tidak sampai 30 hari kerja perkara sudah diputus,” ungkap Janedjri.

“Hal ini menghemat waktu hampir sepuluh hari. Kalau menggunakan PMK yang lama, MK baru bisa menjatuhkan putusannya pada 8 Juli 2014. Karena 9 Juli 2014 sudah dilangsungkan Pemilihan Presiden, ” jelas Janedjri.

Lebih lanjut Janedjri menerangkan bahwa pada PMK yang telah disempurnakan disebutkan bahwa perseorangan calon anggota legislatif dalam satu partai di dapil yang sama, diberi kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu legislatif. Selain itu, MK  menyempurnakan PMK terkait pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif. Dengan demikian, subjectum litis (para pihak berperkara) dalam perkara  perselisihan hasil pemilu adalah partai politik peserta pemilu dan perseorangan calon anggota DPR dan DPRD.

Di samping itu Janedjri memaparkan, yang dimaksud DPRD di sini adalah anggota DPRD Provinsi/DPRA, Anggota DPRD Kabupaten/Kota/DPRK. Namun, kata Janedjri, meskipun MK sudah memberikan legal standing kepada calon anggota legislatif perseorangan, tetap permohonan yang diajukan oleh perseorangan calon anggota legislatif harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPP parpol, yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal dan diajukan oleh DPP parpol, tidak diajukan oleh perseorangan calon anggota legislatif masing-masing.

Kemudian mengenai pemohon, Janedjri menjelaskan bahwa yang dimaksud pemohon, selain parpol peserta pemilu, perseorangan calon anggota DPR dan DPRD, juga parpol lokal. Oleh karenanya, parpol juga diberi legal standing sebagai pemohon. Termasuk calon anggota parpol lokal itu juga mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu sesama caleg dalam satu partai, dalam dapil yang sama.

Hal lainnya, Janedjri menyinggung masalah saksi untuk persidangan Pemilu Legislatif 2014. “Para saksi harus diseleksi, dipilah. Saksi jangan diajukan semuanya, mana yang memang kesaksiannya itu bisa meyakinkan bahwa dalil yang disampaikan Bapak dan Ibu memang didukung oleh kesaksian yang benar-benar meyakinkan,” tegas Janedjri. (Nano Tresna Arfana/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi