Meki-Deinas Tepis Tuduhan Money Politics Pilgub Papua Tengah
JAKARTA, HUMAS MKRI - Persoalan money politics menjadi salah satu pembahasan dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 308/PHPU.GUB-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Provinsi Papua Tengah 2024. Persidangan kali ini, Jumat (31/1/2025) di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) beragendakan Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak. Persidangan dilaksanakan oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Perkara ini dimohonkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 2, Natalis Tabuni dan Titus Natkime. Bertindak sebagai Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Tengah. Sedangkan sebagai Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 3, Meki Nawipa dan Deinas Geley.
Pada persidangan ini, KPU Papua Tengah (Termohon) menegaskan tidak pernah mendapat rekomendasi dasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Papua Tengah mengenai dugaan money politics di berbagai kabupaten, sebagaimana didalilkan Pemohon.
"Hingga diterbitkannya Keputusan KPU Provinsi Papua Tengah Nomor 461 Tahun 2024 tanggal 16 Desember 2024, tidak terdapat adanya rekomendasi dari Bawaslu Provinsi Papua Tengah terkait dengan adanya pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon yang diterima oleh Termohon," ujar kuasa Termohon, Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan.
Sedangkan mengenai hasil perolehan suara yang diminta batal oleh Pemohon dalam petitumnya, Termohon memastikan bahwa para Paslon selain Pemohon telah menandatangani Berita Acara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Perolehan Suara. Dengan demikian, mayoritas Paslon dianggap Termohon sudah menyetujui perolehan suara dalam Pilgub Papua Tengah 2024.
"Saksi Pasangan Calon 1, 3, dan 4 telah menandatangani BA tersebut, di mana mengamini adanya hasil pelaksanaan atau perolehan suara sebagaimana yang telah dituangkan dalam Keputusan KPU 461 Tahun 2024," kata Rezky.
Karena itulah di dalam Petitumnya, Termohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan KPU Papua Tengah Nomor 416 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Tahun 2024.
Sementara itu, Pihak Terkait yang dalam hal ini pemenang yang ditetapkan Termohon, juga menyampaikan keterangan atas permohonan perkara ini. Dalam dokumen keterangannya, Pihak Terkait membantah dalil Permohonan yang menyebutkan adanya money politics sebesar Rp 23 miliar di Kabupaten Puncak Jaya untuk mengubah hasil noken.
"Pihak Terkait tidak pernah memerintahkan ataupun meminta kepada PPD (Panitia Pemilihan Distrik) untuk mengubah perolehan suara noken atau kesepakatan yang telah terjadi di TPS-TPS di kampung-kampung di Kabupaten Puncak Jaya," sebagaimana tertera pada dokumen Keterangan Pihak Terkait.
Sedangkan di dalam persidangan, Pihak Terkait menekankan bantahannya mengenai tudingan suap Rp 200 juta di Kabupaten Paniai. Menurut Pihak Terkait, uang tersebut untuk pengamanan Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara yang ricuh di Kabupaten Paniai. Hal demikian menurut Pihak Terkait tertera pada Putusan DKPP Nomor 33-PKE-DKPP/I/2025.
"Amar (putusan)nya mereka diberikan sanksi teguran, karena meskipun itu untuk membantu pengamanan pleno rekapitulasi yang ricuh di Paniai, tapi menggunakan uang pribadi itu tidak dibenarkan oleh undang-undang," kata Kuasa Pihak Terkait, Hardian Tuasamu.
Adapun dari pengawas, yakni Bawaslu Papua Tengah, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerbitkan satu rekomendasi selama tahapan Pilgub Papua Tengah 2024. Rekomendasi itu berupa pencocokan perolehan suara di Kabupaten Puncak. Rekomendasi itu diterbitkan Bawaslu Papua Tengah, berawal dari laporan Pihak Terkait mengenai dugaan pengurangan suara.
"Rekomendasinya untuk KPU Provinsi melakukan pencocokan atau pembetulan suara soal pengurangan, berkaitan suara Gubernur di Kabupaten Puncak. Akan tetapi KPU tidak menindak lanjuti," kata Anggota Bawaslu Papua Tengah, Yonas Yanampa.
Selain itu, Bawaslu Papua Tengah juga secara umum menerima 22 laporan selama tahapan Pilgub 2024. Namun dari seluruh laporan itu, hanya satu yang ditindaklanjuti. Sedangkan laporan-laporan lainnya tidak ditindaklanjuti karena dinilai tidak memenuhi persyaratan formil.
"Karena identitas terlapor dan seterusnya tidak dilengkapi," kata Yonas.
Baca juga:
Money Politics dalam Pilkada Sistem Noken di Papua Tengah
Sebelumnya di dalam Permohonannya, Pemohon mendalilkan adanya money politics dalam Pilgub Papua Tengah terjadi dengan adanya pemberian dari Pihak Terkait kepada Panitia Pemilihan Distrik (PPD) di Kabupaten Deiyai, yakni Rp 700 juta di Tigi Barat, Rp 600 juta di Digi Timur, Rp 500 juta di Kapiraya, Rp 750 juta di Tigi, dan Rp 500 juta di Bodokapa. Kemudian di Kabupaten Puncak Jaya, Pemohon menyebut adanya pemberian oleh ketua partai politik kabupaten sebesar Rp 23 miliar dengan tujuan mengubah suara yang diperoleh dari Sistem Noken.
Terkait Sistem Noken yang khas di beberapa wilayah di Papua Tengah, Pemohon mendalilkan adanya perubahan di banyak TPS di Kabupaten Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Dogiyai, Paniai, dan Deiyai. Pemohon juga mengklaim adanya suara yang hilang pada rekapitulasi tingkat kabupaten. Khusus di Paniai, Pemohon menyebut adanya kerusuhan yang disebabkan upaya pembatalan atau perubahan dari kesepakatan Noken.
Adapun PHPU Provinsi Papua Tengah ini juga diajukan oleh dua Paslon lain, yakni Pasangan Calon Nomor Urut 4, Willem Wandik dan Aloisius Giyai dengan Perkara Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025 serta Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 1, Wempi Wetipo dan Agustinus Anggaibak dengan Perkara Nomor 309/PHPU.GUB-XXIII/2025.
Baca selengkapnya:
Perkara Nomor 308/PHPU.GUB-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi