Diklat PHPU Legislatif bagi Bawaslu, Guntur: Bawaslu Berperan Penting Memberikan Keterangan yang Benar dan Tidak Memihak

 

Tugas Badan Pengawas Pemilu di persidangan Mahkamah Konstitusi sebagai pemberi keterangan kepada majelis hakim konstitusi agar dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memutus suatu perkara dalam perselisihan hasil pemilihan umum.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK M. Guntur menyampaikan hal itu pada sesi keempat acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Rabu (26/02) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

Guntur lebih lanjut mengatakan, berperkara di MK tidak dapat menggunakan kaca mata kuda. Karena MK selalu melihat dari sisi argumentasi yang diajukan. “MK itu selalu melihat dari segi argumentasi yang berbeda dan menimbang semuanya,” jelas Guntur.

Khusus mengenai perkara PHPU, MK diberikan waktu selama 30 hari untuk meyelesaikan sengketa pada Pemilihan Umum Legislatif 2014. Oleh karena itu, Bawaslu turut berperan penting membantu MK dalam menyelesaikan perkara Pemilu dengan memberikan keterangan yang benar dan tanpa memihak salah satu pihak.

Selain itu, Guntur dalam diklat kali ini juga menjelaskan tentang penalaran dan argumentasi hukum. Urgensi kemampuan penalaran hukum, karena hukum itu memiliki logika sendiri yang tidak bekerja di ruang yang hampa sosial dan hukum bukan entitas yang sama sekali otonom.

“Penalaran hukum adalah cara berpikir dengan menggunakan logika hukum, dan yang penting adalah proses psikologis untuk sampai pada pengambilan keputusan atas kasus yang dihadapi seseorang. Dan manfaat penalaran hukum itu sendiri bisa dibagi menjadi tiga. Pada bagian pertama, bagi hakim, penalaran hukum bermanfaat untuk mengkonstatir dan konstituir pertimbangan hukum dalam putusannya, serta mengeksplorasi pengertian yang mendalam dan memberi tafsir atas suatu kaidah hukum,” terang Guntur.

Kedua, lanjut Guntur, penalaran hukum memberi bermanfaat bagi para pihak atau kuasanya, yakni mengekplorasi dasar hukum atas perkara yang dimohonkan, serta menarik hubungan antar fakta dan kaidah hukum atas suatu peristiwa hukum. Sementara yang terakhir adalah bagi pembuat undang-undang/peraturan, di mana kemampuan memberikan tafsiran resmi (original intent) atas suatu kaidah dalam UU/Peraturan dan menemukan pertimbangan/alasan terhadap suatu UU/peraturan yang perlu dibentuk, direvisi atau tidak berlaku.

Keterampilan ilmiah dalam rangka pemecahan masalah-masalah hukum (legal problem solving), cara untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi, dan untuk meyakinkan hakim atau pihak lain dengan menggunakan penalaran hukum. Itu semua bermakna dan manfaat bagi argumentasi hukum yang selalu sejalan dengan penalaran hukum.

“Jadi untuk menyelesaikan suatu masalah, kita harus benar-benar menjalankan sesuai dengan penalaran dan argumentasi hukum yang ada. Karena apabila tidak, biasanya akan muncul keraguan yang menyebabkan sesat pikir. Dimana sesat pikir ini mampu menyebabkan timbulnya rasa empati atau belas kasihan, hingga menimbulkan ancaman atau perasaan takut,” jelas Guntur dalam pemaparannya. (Panji Erawan/mh)

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi