Mahasiswa UGM Asal Jepang Belajar Kewenangan MKRI

Tiga orang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) asal Jepang, didampingi oleh dua orang pengajar satu orang dosen keturunan Jepang, dan satu orang dosen sekaligus pengamat ketatanegaraan Oce Madril, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (25/2/2014).

Kelima tamu istimewa ini disambut hangat Guntur Hamzah, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK di ruang kerjanya lantai 3 Gedung MK. Mereka bertanya banyak hal seputar keberadaan Mahkamah Konstitusi RI serta kewenangan-kewenangan yang dimilikinya. Guntur menjelaskan bahwa MKRI dilahirkan sejak Agustus 2003 akibat adanya Perubahan Ketiga UUD 1945. MK berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang MK 24/20013 memberikan empat kewenangan dan satu kewajiban kepada MKRI.

“Kewenangan utama sebagaimana MK di negara lain adalah menguji UU terhadap Konstitusi, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilu, dan satu kewajiban memutus pendapat DPR tentang kemungkinan pelanggaran Konstitusi yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden (impeachment),” tutur Guntur.

Meskipun kuliah di UGM, para mahasiswa yang belum dapat berbahasa Indonesia ini bertanya lebih jauh tentang kewajiban MK atas impeachment Presiden/Wakil Presiden. “Apakah MK bisa langsung memecat Presiden?” tanya si dosen menyampaikan pertanyaan mahasiswanya.

Guntur menjelaskan kalau tidak diusulkan parlemen (DPR), MK tidak dapat langsung memutus. “MK pasif, menunggu usulan dari parlemen dulu untuk diperkarakan ke MK. Setiap usulan, MK tidak boleh menolak, harus memprosesnya. Ada dua kemungkinan putusan MK terhadap usulan parlemen tersebut, yakni Presiden/Wakil Presiden terbukti melanggar Konstitusi, atau tidak terbukti melanggar Konstitusi,” jelas Guntur.

Terkait kewenangan pembubaran parpol yang juga ikut ditanyakan, dijelaskan lebih lanjut bahwa Pemohon pembubaran parpol adalah pemerintah. “Nanti akan diperiksa dan diadili MK,” kata Guntur.

“Contohnya bagaimana?” selidik mahasiswa. 

Misalnya sebuah parpol berideologi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi, maka parpol tersebut dapat dimohonkan oleh pemerintah untuk dibubarkan. Terkait kewenangan ini, Oce Madril ikut mencontohkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah hidup di Indonesia. PKI berideologi komunis yang dipandang tidak sesuai dengan asas-asas Pancasila. Meskpun, sampai saat ini belum ada kasus pembubaran parpol.

Dalam konteks perkembangan MKRI saat ini, Guntur menjelaskan bahwa perkara yang paling banyak masuk ke MK adalah kewenangan memutus sengketa Pemilu. “Sembilan puluh persen Pemilukada di Indonesia digugat ke MK,” katanya.

Jika dibandingkan dengan MK di negara-negara lain, beberapa kewenangan yang belum dimiliki MKRI di antaranya adalah pengaduan konstitusional atau constitutional complaint. “Misalnya Pak Oce sebagai dosen UGM, kemudian tiba-tiba tidak boleh mengajar di kampusnya, maka Pak Oce bisa mengajukan constitutional complaint karena hak konstitusionalnya untuk mengajar dilanggar oleh kampusnya,” kata Guntur mencontohkan. Kewenangan lain yang belum dimiliki adalah pertanyaan konstitusional atau constitutional question seperti di MK Jerman. (Yazid/mh)

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi