Diklat PHPU Legislatif untuk KPU, Guntur: MK Membangun Kembali Kepercayaan Masyarakat

 

Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah mengharapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mampu mengawal proses pemilu 2014 agar dapat memberikan argumen yang benar dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK.

Saat menjadi narasumber dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif 2014 bagi KPU di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Rabu (19/2/2014), Guntur menegaskan pentingnya peran KPU dalam mengawal pemilu, yakni memberikan informasi bagi MK.

Dalam persidangan PHPU, MK akan menggali lebih jauh apa yang menyebabkan terjadinya selisih suara. Apabila salah hitung atau salah penempatan angka, cukup diralat. Tapi kalau selisih suara didasarkan pada pihak terkait melakukan kecurangan yang sifatnya tergolong terstruktur, sistematis, dan masif, MK akan menjatuhkan putusan sela. “Putusan sela yang dijatuhkan MK bisa jadi untuk penghitungan suara ulang atau pemungutan suara ulang di tempat-tempat tertentu di mana terjadi kecurangan,” jelas Guntur.

Menurut Guntur, MK tidak sekadar melihat hukum dari satu titik ke titik lain, tapi juga memancing pihak-pihak untuk melihat kesalahan-kesalahan mana yang terjadi. Apabila putusan KPU banyak yang menggugat dan ternyata gugatannya benar,imbuhnya, ini bisa menjadi argumentasi logika penyelenggaraan pemilu tidak sesuai dengan prinsip pemilu. “Kalau gugatan (PHPU) banyak dimenangkan pemohon, artinya putusan KPU banyak yang salah. Apa itu yang dimaksudkan dengan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas?” tandas Guntur.

Konstitusi Bersifat Dinamis

Guntur pun menjelaskan sebagian besar hakim, termasuk hakim konstitusi memandang hukum tidak hanya berkerja dalam ruang yang hampa sosial. Hukum diabdikan untuk kepentingan masyarakat. Sehingga bukan tidak mungkin aturan hukum tertulis dalam Undang-Undang terkesan diabaikan.

MK melihat konstitusi sebagai konstitusi yang hidup. Oleh sebab itu, MK melihat konstitusi sebagai konstitusi yang dinamis, tidak hanya original intent tapi melihat juga kekinian seperti apa. Dalam pertimbangannya juga MK menilai berdasarkan preseden kejadian yang terjadi di masa lalu. “Misalnya terkait penetapan hasil di PHPU, bagaimana pada 2009 MK memutuskan permasalahan yang hampir sama, lalu membagun argumentasi dengan prinsip-prinsip hukum yang ada,” jelas Guru Besar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin tersebut.

Independensi, Imparsialitas, dan Integritas Hakim Konstitusi

Dalam kesempatan yang sama, Guntur menyatakan masih berkeyakinan dan melihat independensi, imparsialitas, dan integritas hakim konstitusi pasca kasus suap yang menyeret Ketua MK saat itu Akil Mochtar. Ia mengakui memang di dunia baru pertama kali ketua dari institusi peradilan MK terkena kasus suap sehingga mempengaruhi MK sebagai lembaga.

Namun, MK terus berusaha mengembalikan kepercayaan masyarakat yang telah tergerus, salah satunya dengan membentuk dewan etik untuk menjaga kehormatan, martabat, dan perilaku hakim konstitusi. “Kedati MK membatalkan UU No. 4 Tahun 2014 yang berisi tentang pengawasan hakim konstitusi, bukan berarti MK tidak mau diawasi tapi karena hal tersebut bertentangan dengan konstitusi. MK sendiri sudah membentuk dewan etik internal yang saat ini sudah berjalan untuk menjaga perilaku hakim konstitusi,” tutupnya. (Lulu Hanifah/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi