Diklat PHPU 2014 untuk PKPI, Guntur: Berhukum Tidak Hanya Logika, Tapi Juga Pengalaman

 

Logic will get you from A to B. Imagination will take you everywhere. Imagination is more valuable than science (Albert Einstein).

Penemu teori relativitas Albert Einstein jauh-jauh hari telah mengingatkan kita tentang pentingnya kekuatan logika. Meski yang jauh lebih penting adalah kemampuan imajinasi kita. Ini relevan dengan materi Penalaran dan Argumentasi Hukum yang disampaikan Guntur Hamzah, guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar yang sekaligus Kepala Pusat P4TIK Mahkamah Konstitusi kelahiran 8 Januari 1965 saat mengisi sesi kelima Diklat PHPU 2014 untuk PKPI.

Guru besar yang menamatkan S3-nya dari Universitas Airlangga ini mengatakan bahwa materi penalaran dan argumentasi hukum adalah materi serius yang cukup penting untuk disampaikan pada peserta pelatihan. Secara singkat, pengertian penalaran hukum adalah metode berpikir dalam menerapkan hukum.

“Dalam konteks keterkaitan dengan MK, paling mendasar saya sampaikan ada empat pihak yang terlibat dalam perkara di MK: Pemohon, Termohon (KPU), Pihak Terkait, dan Bawaslu sebagai pemberi keterangan. Seringkali penetapan KPU merembes ke hal-hal lain yang mestinya perkaranya sudah selesai,” urai Guntur mengawali presentasinya.

Mengenai kewibawaan MK, Guntur melanjutkan bahwa ketika hakim menampakkan suasana yang tidak memperlihatkan independensinya, di situlah awal adanya keraguan masyarakat terhadap sebuah lembaga. “Pada Oktober 2013, ada musibah dahsyat yang menimpa Mahkamah Konstitusi, meskipun kami di internal amat yakin bahwa Putusan MK tidak terpengaruh perbuatan dari perseorangan,” urai Guntur.

Terkait perselisihan hasil pemilu, kekuatan utama adalah bagaimana membangun logika yang baik. Tentu, ditunjang dengan alat-alat bukti. Pengalaman 2009, perkara Para Pihak dapat dibangun dengan argumentasi yang amat baik. Untuk memiliki argumentasi yang kuat, MK sendiri pun butuh supporting staff yang handal dan mumpuni. “Kalau kita baca Putusan MK dalam pengujian undang-undang, MK harus diacungi jempol. Saya bukan menyombongkan diri, tapi ada kekuatan argumentasi tersendiri dari Putusan MK,” jelas Guntur.

Ia melanjutkan, para peserta pelatihan perlu membangun nalar dan argumentasi tidak semata-mata dengan cara membaca peraturan perundang-undangan dan Peraturan Mahkamah Konstitusi secara tekstual. “Ada moral reading yang perlu diperhatikan,” katanya.

Oliver Wendell Holmes, Jr. (1841-1935), seorang hakim yang tersohor di Amerika pada masanya pernah berujar “the life of the law has not been logic, it has been experience” (berhukum tidak hanya mengandalkan pada logikanya, tapi juga pada pengalaman-pengalaman empirisnya). Oliver dari pernyataan di atas hendak menekankan pentingnya pengalaman di samping logika hukum sebagai penunjang penyusunan perkara seorang pemohon.

Menjawab pertanyaan seorang peserta tentang keadilan substantif yang digaungkan oleh MK, Guntur menjawab bahwa sistem beracara dalam perkara di MK memaksa lembaga ini mencari kebenaran materil. Pembuktian dari berbagai pihak perlu diyakini betul oleh hakim konstitusi. Malah, untuk perkara PHPU, waktunya juga dibatasi. (Yazid/mh)

 

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi