Diklat PHPU Legislatif 2014 bagi PBB, Janedjri Jelaskan Prosedur Beracara di MK
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar mengisi materi “Pedoman Beracara dalam Perselisihan Pemilihan Umum” yang sebelumnya dihantarkan oleh Guntur Hamzah dan Muhidin, dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2014 bagi Partai Bulan Bintang (PBB), di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Kamis (06/02/2013).
Dalam pemaparannya, Janedjri mengatakan ada ketentuan baru yang diatur dalam Peraturan MK. Ketentuan baru tersebut dengan diterimanya kedudukan hukum perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam untuk mengajukan permohonan. Perseorangan dapat mengajukan permohonan dengan syarat mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pimpinan Pusat partai politik, yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekjen partai. “Selain itu, permohonan ke MK yang telah mendapat persetujuan tertulis tersebut juga harus diajukan oleh DPP partai politik,” ujar Janedjri.
Jendjri menegaskan, permohonan itu harus diajukan oleh DPP partai politik, karena peserta Pemilu legislatif adalah partai politik, bukan orang perorangan calon anggota legislatif. Disampaikan olehnya, aturan yang sama berlaku bagi calon anggota DPR Aceh (DPRA). “Kalaupun ketua umum dan sekjen partai memberikan kuasa pada kuasa hukum, maka surat kuasa yang asli tetap harus dilampirkan dalam permohonan,” jelas penyandang Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang itu.
Kedudukan hukum pemohon perseorangan, terang Janedjri, merujuk pada putusan MK yang terdahulu yang menyatakan untuk menentukan terpilih atau tidaknya calon anggota legislatif berdasar suara terbanyak. Filosofi putusan itu, mengacu kepada paham kedaulatan rakyat yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Perseorangan calon anggota legislatif harus ada persetujuan tertulis DPP ketika mengajukan permohonan, karena peserta Pemilu legislatif adalah partai politik.
Untuk mengatasi keterbatasan waktu dan jarak pemohon dengan MK, pemohon dapat mengajukan perkara secara online atau melalui e-mail dan faksimili dalam 3x24 pertama sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil rekapitulasi suara pemilihan umum secara nasional, dan kelengkapan berkas permohonan dapat diajukan dalam waktu 3x24 jam berikutnya.
Lebih jauh Jenedjri menjelaskan tahapan-tahapan pengajuan permohonan, registrasi perkara di Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Setelah tercatat dalam BRPK, pemohon akan diberi tahu kapan sidang pertama dilaksanakan paling lambat 5 hari sebelum sidang sidang tersebut dilaksanakan. Dalam sidang pertama panel hakim konstitusi memberikan nasihat kepada pemohon perbaikan apa yang harus dilakukan dalam permohonan.
Janedjri melanjutkan materinya bahwa persidangan MK pada 2014 nanti akan berbeda dengan Pemilu 2009. Jika pada pada 2009, panel hakim konstitusi menangani perkara berdasar pengelompokan partai, maka untuk Pemilu 2014 panel hakim konstitusi akan menangani perkara berdasar pembagian wilayah, yaitu Wilayah Indonesia bara, Wilayah Indonesia Tengah, dan Wilayah Indonesia Timur. Lebih jauh diterangkan olehnya, dari pemeriksaan ketiga panel tersebut akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menilai apakah partai-partai yang bertarung pada Pemilu 2014 memenuhi ambang batas parlemen atau tidak.
Janedjri tidak lupa menegsakan bahwa diklat ini bertujuan agar para peserta siap berpekara di MK. Akan tetapi dirinya berharap partai politik dapat menyelesaikan perselisihan tersebut sendiri sejak awal, sehingga tidak perlu berperkara di MK. “Jangan karena pernah merasa dekat DPP lalu merasa aman, karena putusan MK belum tentu sesuai dengan harapan dari bapak dan ibu,” ingatnya.
Dalam kesempatan itu Janedjri mengingatkan kepada para peserta agar jangan sekali-kali menggoda Ketua MK. “Seperti bapak dan ibu tahu MK sedang tertimpa musibah. Karena peristiwa itu banyak kalangan masyarakat dan pengamat meminta MK melakukan pembenahan diri,” ungkap Janedjri. Meski demikian, Janedjri juga memberi informasi kepada para perserta bahwa selama ini MK selalu berbenah untuk menjaga integritas dan marwah MK. Namun hal itu kembali kepada pribadi masing-masing. Ia juga meminta agar masyarakat ikut menjaga MK untuk tetap berada pada marwahnya.
Harus diakui, di luar sana banyak godaan. Janedjri berharap jangan sekali-sekali para peserta menghubungi Ketua MK atau pun pihak lain untuk keuntungan pribadi. “Karena banyak pihak yang mengaku-aku kenal dengan hakim konstitusi atau pun Sekjen MK. Menurutnya, jangan karena ingin menjadi wakil rakyat lantas menempuh cara-cara yang tidak terpuji,” jelasnya.
Sebelumnya, fasilitator praktik penyusunan permohonan perkara PHPU, M. Guntur Hamzah dan Muhidin mengatakan, perkara PHPU Legislatif dibatasi waktu 30 hari harus selesai. Oleh karena itu persidangan PHPU merupakan perkara yang penyelesaiannya dilakukan secara cepat atau speedy trial. Permohonan juga harus diajukan tepat waktu, karena lewat satu menit saja permohonan perkara PHPU tersebut tidak akan diterima oleh MK.
Sementara moderator Budi Ahmad Johari mengatakan, untuk mempermudah para pihak dalam persidangan perkara PHPU, saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak dapat diperiksa melalui fasilitas video conference yang ditempatkan di 39 fakultas hukum perguruan tinggi di seluruh Indonesia. (Ilham/mh)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi