Bimtek bagi Demokrat: Penting, Penalaran dan Argumentasi Hukum dalam Berperkara di MK

Makalah bertema “Penalaran dan Argumentasi Hukum” disampaikan Kepala P4TIK (Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi)  Mahkamah Konstitusi (MK), M. Guntur Hamzah, selaku narasumber “Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian PHPU Legislatif 2014” yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Partai Demokrat pada Selasa (17/12) di Gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

“Kenapa tema Penalaran dan Argumentasi Hukum penting diangkat? Mengingat berperkara di MK tidak hanya cukup dengan berperkara secara konvensional. Namun dituntut juga kemampuan memberikan argumentasi yang baik, yang tercermin dari kemampuan logika dan kemampuan daya nalar. Sehingga argumentasi yang dibangun ketika berperkara di MK, khususnya perkara pengujian undang-undang sarat dengan kemampuan daya nalar kita,” papar M. Guntur Hamzah.

Dikatakan Guntur, logika mengantarkan seseorang untuk tiba pada kesimpulan, dari posisi tertentu ke posisi tertentu pula. Sedangkan daya nalar, dalam konteks ini adalah imajinasi, itu bisa membawa kemampuan seseorang menembus batas-batas norma dari yang tidak terlihat menjadi jelas.

“Dengan daya nalar, membawa pemikiran kita tembus kepada metakaidah. Bukan saja pada titik kaidah yang akan kita sampaikan, tetapi juga tiba pada metakaidah yang memayungi kaidah, bersifat abstrak tetapi menjadi konkrit ketika hal itu disampaikan dengan argumentasi yang tepat,” ucap Guntur.

“Dengan kata lain, daya nalar itu sesungguhnya lebih penting dari logika itu sendiri,” tambah Guntur kepada hadirin.  

Dalam bidang hukum, kata Guntur, mantan Hakim Agung Amerika Oliver W. Holmes mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak hanya ditentukan pada logikanya saja. Tetapi kehidupan hukum juga ditentukan pada pengalaman. Pesan Oliver ini sangat penting dalam kaitannya berperkara di MK.

“Sebab, berperkara di MK tidak hanya dituntut untuk mengkonstatir fakta, tetapi juga kita dituntut untuk memahami putusan-putusan MK yang ada sebelumnya atau yang biasa disebut dengan istilah yurisprudensi. Dengan yurisprudensi menandakan bahwa hukum itu sudah jelas, positif.  Kaidah itu baru berupa janji, bahwa misalnya setiap caleg diperlakukan sama. Bagaimana janji itu sudah terpenuhi atau tidak,  itu akan kelihatan pada putusan hakim,” urai Guntur.

Lebih lanjut Guntur menjelaskan mengenai penalaran hukum yang memiliki beberapa makna, yakni sebagai metode berpikir dalam menerapkan hukum, cara berpikir dengan menggunakan logika hukum, serta sebagai kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek.

“Penalaran hukum juga diartikan sebagai hubungan antara pertimbangan dan kesimpulan, atau ketepatan dalam memberikan alasan, pertimbangan yang mendukung sebuah keputusan,” jelas Guntur.

Lalu mengapa soal penalaran hukum perlu dibahas? “Karena berkembang di masyarakat kita bahwa hukum itu memiliki logikanya sendiri. Misalnya, menganggap bahasa hukum berbeda dengan bahasa-bahasa lain. Ada kesan eksklusifisme bahasa hukum, meski sesungguhnya tidak demikian,” dalih Guntur.

“Karena menurut pakar hukum, Profesor Satjipto Rahardjo, hukum itu bekerja tidak dalam ruang yang hampa sosial. Bahasa-bahasa masyarakat juga bisa diadopsi, digunakan untuk menjadi bahasa hukum. Padahal hukum itu harus dibumikan,” tegas Guntur yang juga menjelaskan bahwa argumentasi hukum merupakan keterampilan ilmiah dalam rangka pemecahan masalah-masalah hukum. (Nano Tresna Arfana/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi