Delegasi HLSC FH Unhas Kunjungi MK

Segenap mahasiswa yang tergabung dalam Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin, Makassar berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (20/11) siang. Kedatangan mereka diterima oleh Guntur Hamzah, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK.

 

“MK melalui putusan-putusannya diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat tentang keadilan. Juga, MK selalu membuka diri kunjungan-kunjungan berbagai pihak ke MK, termasuk mahasiswa sebagai sharing informasi, pandangan, pemikiran dan sebagainya,” ucap Guntur Hamzah saat membuka pertemuan itu. 

 

Pada kesempatan itu Guntur menjelaskan latar belakang dibentuknya MK merupakan buah reformasi 1998 di Indonesia. Pasca reformasi, tepatnya pada 1999 dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebagai desakan dari mahasiswa dan masyarakat. Di antaranya, mengubah ketentuan tentang masa jabatan Presiden.

 

“Sebelum dilakukan amandemen UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden diangkat untuk masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali, tidak ada batasnya dapat dipilih kembali. Namun setelah dilakukan amandemen UUD 1945, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dibatasi untuk dua kali masa jabatan,” jelas Guntur.

 

Amandemen atau perubahan UUD 1945 juga mengakomodir keinginan masyarakat untuk membentuk Mahkamah Konstitusi. Kemudian lahirlah Pasal 24C UUD 1945 Ayat (1) yang menyebutkan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU  terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

 

Sedangkan Pasal 24C UUD 1945 Ayat (2) menyebutkan, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”

 

Guntur menerangkan, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final memiliki arti bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga satu-satunya di Indonesia yang menguji UU terhadap UUD.  Tugas ini biasa disebut dengan judicial review.

 

Kewenangan MK berikutnya adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Misalnya, pernah terjadi sengketa antara DPR, BPK dengan Pemerintah. Kemudian juga, MK berwenang memutus pembubaran partai politik.

 

“Meskipun kewenangan MK memutus pembubaran parpol, sampai hari ini belum pernah terjadi,” ucap Guntur yang didampingi moderator Mirza Nasution selaku dosen FH USU.

 

Selain itu, MK berwenang  memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, termasuk di dalamnya pemilihan umum kepala daerah atau pemilukada. Terkait pemilukada inilah yang banyak sekali kasus sengketa pemilukada disidangkan di MK.  Selanjutnya, yang menjadi kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dana atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana lainnya. (Nano Tresna Arfana/mh)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi