MK Terima Kunjungan Universitas Negeri Gorontalo
Kepala Pusat Pendidikan (Kapusdik) Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK), Guntur Hamzah, menerima kunjungan Universitas Negeri Gorontalo pada Kamis (1/11) siang di lantai 11 Gedung MK. “Kami di MK sangat welcome dengan kunjungan-kunjungan dari luar MK. Misalnya dari perguruan tinggi yang ingin mengenal MK, sekaligus silaturahim dan melakukan audiensi,” jelas Guntur Hamzah.
Guntur mengatakan, MK merupakan lembaga yang sangat terbuka. Sesuai dengan visi MK, tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. “Sedangkan misi MK, mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya,” kata Guntur. Dalam pengertian, MK ingin menjadi lembaga peradilan yang modern dan terpercaya.
“Dua kata kunci tersebut adalah modern dan terpercaya. Bagaimana bisa modern, kalau tidak ditunjang oleh teknologi informasi. Bagaimana bisa terpercaya, kalau kredibilitas hakim-hakim MK dan segenap jajaran di MK tidak terpercaya. Setidaknya harus memiliki kedisiplinan, integritas dan lainnya. Itu semua kita bangun di MK,” ujar Guntur.
Misi MK lainnya, ungkap Guntur, membangun konstitusionalitas Indonesia. Membangun konstitusionalitas Indonesia berarti MK peduli terhadap pendidikan yang terkait dengan konstitusi.
“Bagaimana kita bisa membangun konstitusionalitas Indonesia, kalau semua stakeholders kita tidak memiliki kepentingan bersama. Salah satu agenda kehadiran Ibu dan Bapak ke MK, merupakan salah satu bagian membangun konstitusionalitas Indonesia,” imbuh Guntur kepada 10 orang perwakilan dari Universitas Negeri Gorontalo.
Tak kalah penting, lanjut Guntur, MK memiliki visi membangun kesadaran berkonstitusi. “Dalam kaitan dua misi besar MK itu, kemudian kita break down dalam bentuk organisasi Mahkamah Konstitusi,” tambah Guntur.
Sejarah MK
Guntur memaparkan sejarah MK yang bermula dari adanya amandemen ketiga UUD 1945 pada 2001. Seperti diketahui, UUD 1945 sudah melakukan amandemen sebanyak empat kali sejak 1999-2002.
“Pada 2001 ketika terjadi amandemen ketiga UUD 1945, ada 3 pasal yang terkait dengan Mahkamah Konstitusi yaitu Pasal 7D, Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C,” jelas Guntur. Pasal 7D yang terkait dengan kewajiban MK untuk memberikan putusan pendapat DPR, apabila Presiden dianggap melakukan pelanggaran hukum sehingga berujung pada upaya proseas pemakzulan. Pasal 24 Ayat (2) terkait dengan kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh MA dan MK. Sementara Pasal 24C merupakan ‘ruh’ mengenai MK, menyebutkan secara tegas bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final dan mengikat.
Dalam kesempatan itu, Guntur juga menyampaikan kewenangan dan kewajiban MK. Pertama, menguji UU terhadap UUD 1945. Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Ketiga, memutus pembubaran parpol. Keempat, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajiban MK, memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela, serta tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi