Ketua MK: MK Wajib Melaksanakan Konstitusi

Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD menyatakan lembaga yang dipimpinnya tidak diperbolehkan mempersoalkan konstitusi yang berlaku. MK hanya memiliki kewajiban melaksanakan konstitusi yang disepakati. ”MK wajib melaksanakan dan tidak boleh menilai sebuah konstitusi,” kata mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini. Tetapi dalam sudut akademis, diskusi terhadap konstitusi boleh saja dilakukan, apakah memang perubahan konstitusi kembali perlu dilakukan atau tidak.

Perubahan konstitusi yang sudah dilakukan, menurut Mahfud tetap memiliki ruh Pembukaan UUD 1945. Bagi Mahfud, perubahan konstitusi tidak benar jika dikatakan keluar dari ruh dalam Pembukaan. Karena pengalaman berkali-kali penggantian konstitusi masa lalu, Pancasila masih sejalan dengan konstitusi. Sebagaimana konstitusi yang pernah diberlakukan, yakni Konstitusi RIS dan Undang-Undang Dasar Sementara, jelas Mahfud mengutip pendapat Soekarno, konstitusi yang berbeda tersebut masih dianggap cocok dan sejalan dengan Pembukaan.

Selanjutnya Mahfud menyatakan latar belakang perubahan, tidak ada konspirasi saat dilakukan. Tuntutan perubahan konstitusi pada dasarnya sudah muncul sejak lama. Sejak1980-an, hal tersebut misalkan dimunculkan oleh Ismail Suny, Yusril Ihza Mahendra dan Mahfud mengatakan pernah menulis soal itu. ”Saya pada tahun 1993 menulis disertasi dan ada disitu mengenai perubahan konstitusi.” Oleh karenanya, menurut Mahfud, gagasan perubahan bisa datang dari mana saja dan tidak benar mengenai kepentingan Internasional dalam hasil amandemen yang dilakukan sejak 199-2002. Perubahan yang telah dilakukan, lahir dari kebutuhan dan sejak lama menjadi tuntutan.

Mengenai diskusi konstitusi, walaupun sesudah didiskusikan dan akhirnya penting untuk dilakukan perubahan, menurut Mahfud pasti nanti juga terdapat yang tidak setuju. Jadi tidak ada konstitusi yang disetujui seratus persen warga negara. Pada saat UUD 1945 disepakati menurut Mahfud, saat itu juga terdapat yang tidak sepakat. Jadi memang tidak mungkin amandemen disetujui semua orang. ”Yang penting prosedur perubahan dilakukan secara tepat dan tidak melanggar hak-hak rakyat,” simpul Mahfud.

Pokok-pokok gagasan Mahfud ini kesimpulan yang disampaikan secara langsung dari Hotel Sahid Makassar, Rabu (29/2) saat acara Suara Anda Suara Konstitusi bertema ”Perubahan Konstitusi” yang diselenggarakan di Gedung MK, Jakarta yang ditayangkan secara live oleh Metro TV. Mahfud menyampaikan itu dihadiri Hakim Konstitusi M. Alim, Sekjen MK Janedjri M. Gaffar, pakar hukum tata negara Guntur Hamzah dan peserta lain yang mengikuti acara secara bersama-sama dari alumni UII Jogjakarta.

Sementara itu acara Suara Anda Suara Konstitusi diselenggarakan di gedung MK ini diikuti oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Ketua DPD Laode Ida, Anggota DPR Abdul Malik Haramain, pakar hukum tata negara, yakni Yusril Ihza Mahendra dan Arif Hidayat,  tokoh agama K.H. Hazim Muzadi dan dua purnawirawan TNI, Tyasno Sudarto dan Kiki Syahnarki. Selain tokoh-tokoh, acara ini diikuti puluhan mahasiswa.

Dari tokoh yang hadir pada acara, menyampaikan gagasannya soal perubahan konstitusi dan tidak terdapat keseragaman. Terdapat usulan kehendak perubahan atau perubahan dengan syarat, dan sedangkan pendapat lain menyatakan tidak perlu dilakukan, bahkan perlu kembali lagi kepada naskah asli UUD 1945. Mengenai perubahan, muncul usulan antara lain agar dilakukan kajian mendalam terlebih dahulu, perubahan benar-benar sebagai kebutuhan rakyat, usulan tidak hanya kepentingan satu lembaga, sesuai prinsip-prinsip konstitusi dan perubahan yang dilakukan perlu dilihat   Sedangkan ketidaksetujuan perubahan, antara lain karena berlakunya hasil amandemen baru 14 tahun, yang lebih penting adalah implementasinya.

Hamdan yang sempat memberikan tanggapan sebagai pelaku perubahan konstitusi menyatakan, hasil perubahan konstitusi cerminan pernyataan kehendak rakyat masa tertentu. ”Itu jawaban atas kebutuhan masa itu,” katanya. Jadi, jika suatu saat nanti dikehendaki perubahan, maka jika itu kehendak rakyat tidak bisa dilawan. Perubahan bisa saja dilakukan jika memang masa tersebut menghendaki demikian. Ada beberapa kesepakatan dasar yang tidak boleh diubah saat perubahan konstitusi 1999-2002 berlangsung, yakni Pembukaan. Saat itu, jelas Hamdan, dilakukan simulasi dan tidak ada satupun pertentangan dengan Pembukaan, jika ada perbedaan itu penafsiran. (Miftakhul Huda)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi