Menguji Putusan MK Perihal Syarat Usia Capres-Cawapres

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pemeriksaan Pendahuluan terhadap Permohonan Pengujian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pada Rabu (7/2/2024). Permohonan yang telah diregistrasi MK dengan Nomor 9/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Adoni Y. Tanesab.

Persidangan tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Dalam permohonannya, Pemohon berpandangan, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak konsisten dengan Putusan Nomor 29/PUU-XXI/2023, Putusan Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Putusan Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang menguji konstitusionalitas pasal yang sama dimana para Pemohonnya dipandang MK memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Hal tersebut dianggap Pemohon telah merugikan dirinya karena tidak memberikan kepastian dan keadilan hukum.

“Haknya dirugikan untuk memilih pasangan yang diinginkan justru yang seharusnya memperoleh legitimasi aturan yang memiliki kekuatan hukum dan memiliki keadilan hukum di dalamnya itu tidak diperoleh. Sehingga ia mengajukan permohonan pengujian putusan 90 (Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023) ini supaya dibatalkan maka pemohon menganggap calon pilihan dia memperoleh dasar hukum yang memiliki keadilan di dalamnya,” terang kuasa hukum Pemohon, Marthen Boiliu.

Sehingga pada petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Sebagai informasi, MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

 

Saran Perbaikan

Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang dikutip oleh Pemohon masih menggunakan PMK yang lama. “PMK-nya itu (masih) yang dulu, yang sekarang sudah ada PMK 2/2021. Kemudian, Saudara perlu juga mencantumkan dasar hukum kira-kira dimana saudara bisa temukan dasar hukum kalau menguji putusan MK. Apa dasar hukumnya kira-kira, yang diujikan itu kan undang-undang. Nah, ini saudara menguji putusan MK. Tolong carikan dasarnya dulu,” ujar Guntur.

Sementara Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur meminta Pemohon untuk menjelaskan causal verband sedemikian rupa agar dapat menjelaskan kalau hal itu melanggar prinsip independensi dan prinsip keberpihakan yang dialami. Senada dengan Guntur, Ridwan juga menyinggung PMK. “Saudara juga masih menggunakan PMK yang lama, jangan sampe salah kutip dan salah buat terhadap ketentuan ini. Kemudian juga memperjelas posisi Pemohon selaku pemegang hak pilih di pemilu itu kan masih singkat sekali,” kata Ridwan menasihati.

Sebelum persidangan ditutup, Majelis Panel Hakim menginformasikan bahwa Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun batas akhir perbaikan permohonan adalah 20 Februari 2024 pukul 09.00 WIB.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayuditha.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi