Kades AMJ November 2023-Januari 2024 Minta Perpanjangan

JAKARTA, HUMAS MKRI – Perkumpulan Asosiasi Desa Bersatu bersama tiga kepala desa mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan pasal tersebut berkaitan dengan akhir masa jabatan (AMJ) kepala desa sampai Februari 2024 dapat diperpanjang. Namun, para Pemohon Perkara Nomor 107/PUU-XXIV/2024 ini mempermasalahkan kepala desa yang periode jabatannya berakhir pada November 2023, Desember 2023, serta Januari 2024 tidak diikutsertakan sebagai masa jabatan kepala desa yang diperpanjang sebagaimana ketentuan pasal tersebut.

Menurut para Pemohon, persoalan dimaksud terjadi akibat penafsiran sendiri oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas Pasal 118 huruf e UU Desa. Mendagri melalui surat edaran Nomor 100.3.5.5/2625/SJ tertanggal 5 Juni 2024 tidak mengartikan frasa dalam ketentuan norma a quo termasuk kepada para kepala desa yang masa jabatannya berakhir di November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024.

“Sehingga menimbulkan kerugian konstitusional para Pemohon khususnya atas hak pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum para Pemohon dengan menerbitkan surat edaran,” ujar kuasa hukum para Pemohon, Wahyudi Sanjaya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Rabu (21/8/2024) di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Para Pemohon terdiri dari Ketua Umum Perkumpulan Asosiasi Desa Bersatu Muhammad Asri Anas yang mewakili sebagai Pemohon I, Muhadi (Pemohon II) selaku Kepala Desa di wilayah Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang Banten periode 2017 sampai Desember 2023, Arif Fadillah (Pemohon III) selaku Pejabat Penghulu (Kepala Desa) Pekaitan Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir Riau periode 2018 sampai Januari 2024, serta Wardin Wahid (Pemohon IV) selaku Kepala Desa Palipi Soreang Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Sulawesi Barat periode 2017 sampai November 2023. Para Pemohon merasa dirugikan karena seharusnya para Pemohon mendapatkan masa perpanjangan masa jabatan berdasarkan ketentuan Pasal 118 huruf e UU Desa.

Namun, akibat surat edaran Mendagri, para Pemohon menyatakan pihaknya merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena kepala desa yang AMJ pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 tidak mendapatkan perpanjangan masa jabatan sebagaimana ketentuan Pasal 118 huruf e UU Desa. Padahal, kata para Pemohon, berulang kali ditegaskan pimpinan DPR RI bahwa yang dimaksud pasal tersebut adalah kepala desa yang akhir masa jabatannya pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 sampai dengan Februari 2024.

Menurut para Pemohon, pimpinan DPR RI melakukan rapat koordinasi yang dihadiri Sekretaris Jenderal Kemendagri, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Deputi Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara, Kepala Badan Keahlian Sekjen DPR RI, serta dua organisasi desa yaitu Apdesi dan Aksi. Dalam rapat tersebut salah satunya disepakati Pasal 118 huruf e mengakomodasi para kepala desa yang AMJ pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 sedang tidak menjadi terdakwa atau mengundurkan diri.

Namun, Mendagri pada 14 Januari 2023 mengeluarkan surat edaran nomor 100.3.5.5/244/SJ perihal pelaksanaan pemilihan kepala desa pada masa pemilu dan pilkada serentak tahun 2024 yang pada pokoknya berisi tentang pemilihan kepala desa dapat dilaksanakan sebelum 1 November 2023 atau dapat dilaksanakan setelah selesainya tahapan pemilu dan pilkada 2024. Dengan dikeluarkannya surat edaran Mendagri tersebut kepala desa yang AMJ mulai dengan November, Desember 2023, dan Januari 2024 tidak dapat mengikuti proses pemilihan kepala desa, sehingga Pemohon I meminta agar Mendagri memberikan penegasan kepada bupati dan walikota agar dilakukan pemilihan kepala desa dipercepat sebelum November 2023 dengan alasan beririsan adanya tahapan pemilu secara serentak, tetapi penegasan dari Mendagri kepada bupati atau walikota tidak berjalan sehingga hal tersebut merugikan Pemohon II, III dan IV serta 2.181 para kepala desa yang AMJ pada November, Desember 2023 dan Januari 2024.

“Karena itu berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, melalui pengujian secara materiil (judicial review) ini, kami memohon dan meminta untuk Mahkamah Konstitusi dapat memberikan kepastian hukum dan penegasan secara konstitusional terkait kerancuan hukum mengenai definisi kalimat atau frasa dalam Pasal 118 huruf e UU Nomor 3 tahun 2024, yang menyatakan "Kepala desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan Ketentuan Undang-undang ini" khusus mengenai kalimat atau frasa "Sampai dengan bulan Februari 2024". Apakah Pasal 118 huruf e UU No.3 Tahun 2024 tersebut termasuk di dalamnya mengakomodir para kepala desa yang akhir masa jabatannya pada bulan November, Desember 2023 dan Januari 2024? Sehingga memberikan hak pengakuan, jaminan dan kepastian hukum para Pemohon,” kata kuasa hukum para Pemohon, Alexander Sinurat.

Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 118 huruf e UU Desa yang berbunyi, “Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan undang-undang ini” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Para Pemohon ingin pasal tersebut dimaknai menjadi, “Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 termasuk Kepala Desa yang Akhir Masa Jabatannya mulai dari November, Desember 2023 dan Januari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan Ketentuan Undang-undang ini.”

 

Nasihat Hakim

Perkara ini disidangkan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Menurut Arief, para Pemohon belum menguraikan pertentangan pasal yang diuji dengan batu uji serta hubungan sebab akibat dengan kerugian konstitusional yang dialami para Pemohon. Arief juga mengatakan, para Pemohon justru lebih banyak menjelaskan permasalahan implementasi dari ketentuan pasal yang diujikan.

“Padahal yang dimaksud dengan judicial review itu pertentangan pasal undang-undang dengan pasal undang-undang dasar, bukan dalam implementasinya, kalau implementasi sebagai contoh boleh-boleh saja,” kata Arief.

Sebelum menutup persidangan, Guntur menyampaikan para Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Perbaikan permohonan paling lambat diterima Mahkamah pada Selasa, 3 September 2024 pukul 14.00 WIB.

 

Penulis: Mimi Kartika.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi