MK Gelar Bimtek Hukum Acara bagi Dosen Hukum Tata Negara

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat secara resmi membuka kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Mahkamah Konstitusi bagi Dosen Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara, Senin (17/7) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor. Kegiatan yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut bekerja sama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI).

Dalam sambutannya, Arief menyampaikan pentingnya meletakkan hukum Indonesia dengan ciri dan karakter Indonesia. “Indonesia itu menggunakan sistem hukum Pancasila. Artinya, sistem hukum yang mewujudkan cita-cita nasional yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Untuk itu, para dosen harus menggali nilai religious welfare state dan bukan sistem hukum welfare state,” ujar Arief dalam acara yang juga dihadiri Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah, Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Budi Achmad Djohari, dan Staf Ahli Kementerian Riset dan Teknologi Agus Puji Prasetyo, serta Ketua Umum APPTHI Laksono Utomo.

Pada kesempatan tersebut, Arief juga berpesan kepada para dosen untuk bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan tinggi hukum di Indonesia. “Perlu adanya evaluasi terhadap mutu pendidikan hukum kita, utamanya tentang kurikulum yang perlu diperbaiki. Tidak hanya pada hal teknis pengadilan saja, melainkan juga pada moralitas, integritas, dan pemahaman menjalankan hukum. Hukum bukan komoditi, itu perlu kita pesankan lebih mendalam dalam mata kuliah” pesan Arief kepada para dosen serta staf pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara se-Indonesia yang hadir.

Konstitusi Religius

Lebih lanjut, Arief menyinggung kondisi hukum secara global yang sangat berpengaruh bagi negara lain, termasuk Indonesia. Arief menekankan hal tersebut sesungguhnya sudah diletakkan oleh founding father dan perlu dilakukan pengembangannya, contohnya dalam kasus HAM.

“HAM di Indonesia itu bukan universal. Dalam hal keagamaan saja misalnya, masyarakat Indonesia harus bertuhan dan berkepercayaan atau berkeyakinan. Kemudian pada masyarakat muncul kelompok seperti LGBT atau sejenisnya dan minta dilegalkan. Tugas dari peradilan hukum adalah memberikan pedoman berperilaku bagi masyarakatnya dan harus disesuaikan dengan cita-cita negara. Jadi, tidak bisa dibuat universal seperti yang ada pada belahan negara lainnya,” tegasnya.

Arief memberikan contoh kasus ketika dirinya mendapatkan banyak pengalaman dari kunjungan ke negara-negara Eropa. Di negara Jerman pun baru muncul hal-hal seperti pengajuan legalitas LGBT. Bahkan Ketua Mahkamah HAM Eropa menegaskan bahwa sistem hukum yang dipraktikkan di negara tersebut bersifat partikular.

“Ada permohonan di Irlandia dan Italia, perkawinan sejenis ditolak karena masyarakatnya masih religius. Namun, berbeda halnya dengan Belanda karena Belanda sudah sangat liberal. Jadi, itu sudah disesuaikan dengan cita-cita bangsa masing-masing, termasuk Indonesia yang konstitusinya konstitusi religius” terang Arief.

Kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Mahkamah Konstitusional bagi Dosen dan Staf Pengajar Asosiasi Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) akan digelar hingga Kamis (20/7). Adapun berbagai materi akan disampaikan para narasumber, di antaranya E. Winartodari Lemhanas dengan makalah berjudul “Implementasi Nilai Kebangsaan” dan pemateri dari Dosen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UGM Sudjito dengan makalah berjudul “Reaktulisasi Implementasi Pancasila”. Selain itu, turut hadir pula sebagai pemateri Staf Ahli Ketua MK Janedri M. Gaffar dengan makalah berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945”.

(Sri Pujianti/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi