MK Tolak Seluruh Permohonan Uji UU P3H
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materiil Pasal 1 angka 2, angka 6, Pasal 82 ayat (2), Pasal 92 ayat (1), serta Pasal 93 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Demikian disampaikan MK dalam sidang pengucapan putusan Nomor 139/PUU-XIII/2015 pada Selasa (7/2).
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua Pleno Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah berpendapat eksistensi pasal 82 ayat (2), pasal 92 ayat (2) serta pasal 93 ayat (1) dan ayat (3) UU P3H tidak dapat dilepaskan dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 UU P3H yang merupakan norma yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang atau merupakan norma larangan.
“Dengan demikian jika ketiga pasal yang dimohonkan oleh para pemohon dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, maka masalah pelanggaran terhadap pasal 12 dan pasal 17 tidak mungkin dapat ditegakkan, sehingga usaha pemerintah untuk melakukan perlindungan dan konservasi hutan tidak akan tercapai,” ucap Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pendapat Mahkamah.
Selain itu, menurut Mahkamah, dalam permasalahan yang dihadapi oleh para pemohon, apabila tanah yang dipersoalkan para pemohon telah secara sah diberikan izin ataupun hak pengelolaan kepada suatu pihak, maka pemerintah juga berkewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak tersebut. Dalam permohonannya, para pemohon telah mengemukakan bahwa terhadap tanah tersebut telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.378/MENHUT/2008, yang pada pokoknya memberikan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu kepada PT. Sari Hijau Mutiara.
Apabila terjadi pelanggaran atau ketidakadilan dalam hal perizinan atau pemberian hak pengusahaan hutan (HPH), hal tersebut menurut Mahkamah, merupakan permasalahan implementasi norma, bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma. Mahkamah berpendapat, pemerintah bertanggung jawab dalam memperhatikan kepentingan masyarakat yang tinggal di hutan, sebelum hak atas hutan tersebut diserahkan kepada pihak lain. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, dalil permohonan para pemohon mengenai pasal 82 ayat (2), pasal 92 ayat (1), dan pasal 93 UU P3H tidak beralasan menurut hukum.
Permohonan diajukan oleh Edi Gunawan Sirait, dkk selaku petani melalui kuasa hukumnya Guntur Rambe. Para pemohon mengganggap ketentuan tersebut telah mengkriminalisasi pemohon selaku petani dan peladang di kawasan hutan yang telah mereka tempati turun-temurun.
Dalam permohonannya dijelaskan bahwa para pemohon yang telah berdomisili secara turun-temurun di kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hilir telah diperlakukan secara represif akibat berlakunya pasal-pasal yang diujikan oleh pemohon. Desa yang dihuni oleh pemohon sejak diterbitkannya surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Tata Guna Hutan tertanggal 6 Juni 1986, telah ditetapkan sebagai wilayah berstatus Area Peruntukkan Lain (APL). Padahal menurut para pemohon, sebelum surat tersebut diterbitkan, masyarakat dewa di Kabupaten Indragiri Hilir telah memanfatkan tanah di sekitarnya untuk pertanian dan perladangan.
(Nano Tresna Arfana/lul)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi