MK Gelar Bimtek Penyelesaian Perkara Pilkada 2017 Bagi KPUD

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (PHP Kada) 2017 Bagi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) se-Indonesia pada 10-12 Oktober 2016 di Pusat Pendidikan (Pusdik) Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor.

Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah secara resmi membuka Bimtek PHP Kada 2017 tersebut, Senin (10/10) siang di aula Grha Konstitusi-3 Pusdik Pancasila dan Konstitusi. Dalam sambutannya, menyebut kesuksesan gelaran Pilkada Serentak 2016 tidak dapat diukur sekadar dari terlaksananya secara lancar pemungutan suara dan penetapan hasil perolehan suara para kontestan. Namun, ditentukan juga oleh mekanisme penyelesaian perselisihan hasil perolehan suara dilakukan.

“Semakin perselisihan dapat diselesaikan dalam koridor hukum, secara damai, adil dan bermartabat serta hasilnya diterima dengan lapang dada, maka pilkada serentak barulah dikatakan sukses,” ujar Guntur di hadapan 169 anggota KPUD dari berbagai daerah di Indonesia.

Dengan kata lain, pilkada serentak dapat dikatakan sukses setelah semua tahapan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. “Termasuk juga bagaimana Mahkamah Konstitusi telah memutus secara adil, damai dan bermartabat melalui putusan yang bersifat final dan binding,” tegas Guntur yang hadir bersama Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (P4TIK) MK, Noor Sidharta.

Usai pembukaan bimtek, berlanjut dengan penyampaian materi oleh para narasumber yang kompeten di bidangnya. Dalam materi yang berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Putusan-Putusan Landmark di Bidang Pilkada”, Mantan Ketua MK sekaligus Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menjelaskan landmark decision memiliki makna sebagai putusan yang menyejarah dan membuat sejarah.

“Putusan MK terhadap Pilkada Jawa Timur beberapa tahun lalu yang menjadi persaingan antara Khofifah Indarparawansa dengan Soekarwo termasuk landmark decision. Putusan ini termasuk membuat sejarah. Sebelum putusan ini dijatuhkan, dalam persidangan muncul argumentasi-argumentasi Khofifah mengenai jalannya Pilkada Jatim. Saat itulah ia memunculkan istilah TSM, yakni terstruktur, sistematis, masif mengenai pelanggaran pilkada. Istilah ini terus dikenal sampai sekarang,” ungkap Jimly yang juga menyebutkan putusan MK terhadap UU Antiteroris termasuk landmark decision yang beritanya sangat meluas, bahkan mendunia.

Dijelaskan Jimly, di Inggris putusan bersejarah atau di Amerika dikenal dengan nama landmark decision, disebut dengan leading case atau kasus yang memimpin. Umumnya kasus-kasus dengan putusan bersejarah ini mengubah kebiasaan, kelaziman, konvensi. “Putusan-putusan yang membuat sejarah atau landmark decision inilah yang mengubah praktik bernegara di Indonesia,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.

Selanjutnya, Komisioner KPU RI Ida Budhiati menyampaikan materi “Advokasi Sengketa Perselisihan Hasil Pilkada”. Dijelaskan Ida, terdapat Kerangka Penegakan Hukum Pilkada dalam sengketa pilkada yang mencakup sengketa proses berupa pelanggaran administrasi, sengketa pemilihan, sengketa tata usaha negara pemilihan, serta pelanggaran administrasi politik uang. “Selain itu, Kerangka Penegakan Hukum Pilkada meliputi pelanggaran kode etik, tindak pidana pemilihan dan sengketa perselisihan hasil pemilihan,” tambahnya.

Lebih lanjut Ida menerangkan berbagai sengketa terkait Pilkada. Di antaranya ada Sengketa Proses Pilkada yang terdiri atas pelanggaran kode etik yang ditangani DKPP. Kemudian ada jenis sengketa tindak pidana pemilihan ditangani oleh Pengadilan Negeri. Juga ada sengketa perselisihan hasil pemilihan ditangani oleh Mahkamah Konstitusi.

Hari kedua bimtek,  Selasa (11/10) hadir Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daniel Zuchron yang menyampaikan materi “Sistem Pengawasan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak”. Daniel menyampaikan, sengketa pemilihan terdiri atas sengketa antara peserta pemilihan dan sengketa antara peserta pemilihan dan penyelenggara pemilihan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. “Sengketa pemilihan gubernur diselesaikan oleh Bawaslu Provinsi. Sedangkan sengketa pemilihan bupati/walikota diselesaikan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota,” jelas Daniel.

Pengajuan Permohonan

Sekjen MK M. Guntur Hamzah pun turut menyajikan materi bertajuk “Hukum Acara dan Mekanisme Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”. Guntur mengungkapkan berbagai hal mengenai mekanisme pengajuan permohonan Pemohon dalam perselisihan Pilkada. Di antaranya, menyoroti tenggang waktu pengajuan permohonan.

“Sesuai dengan aturan baru, permohonan Pemohon diajukan ke Mahkamah paling lambat tiga hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan. Adapun yang dimaksud tiga hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan adalah hari dan jam kerja yang berlaku pada Mahkamah,” imbuh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin tersebut.

Contohnya, hari kerja MK adalah Senin sampai dengan Jumat pukul 07.30 - 16.00 WIB. Misalnya, KPUD tertentu mengumumkan pada Rabu, 22 Februari 2017 pukul 15.30 WIB. Batas waktu penyerahan permohonan adalah sampai dengan Jumat, 24 Februari 2017 pukul 16.00 WIB. Apabila KPUD tersebut mengumumkan pada Jumat, 25 Februari 2017 pukul 17.00 WIB di luar jam kerja MK. Batas waktu penyerahan permohonan adalah sampai Rabu, 1 Maret 2017 pukul 16.00 WIB.

Gratifikasi

Bukan hanya terkait mekanisme beracara dalam PHP Kada, MK pun memberikan materi gratifikasi yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aktivis anti korupsi Febri Diansyah yang dihadirkan oleh KPK menjelaskan pengertian gratifikasi secara gamblang kepada peserta bimtek.

“Pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,” ujar Febri.

Namun ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 berbunyi,

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.” Sedangkan Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001 berbunyi,
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”(Nano Tresna Arfana/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi