Santri Diniyah Takmiliyah Belajar Pancasila dan Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan sosialisasi pemahaman hak konstitusional warga negara bagi pelajar/mahasiswa, pengurus pondok pesantren dan Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah se-Indonesia, Selasa (6/9) hingga Kamis (8/9) di Pusat Pendidikan Konstitusi dan Pancasila (Pusdik Pancasila), Cisarua, Bogor.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah. Dalam sambutannya, Guntur mengatakan kegiatan sosialisasi tersebut merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh MK. “Acara seperti ini sudah rutin diselenggarakan oleh MK. Kami berharap kerja sama MK dengan berbagai pihak dapat berjalan terus tahun-tahun ke depan. Ini suatu penghargaan bagi MK dapat menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama,” ujar Guntur.
Dengan diadakannya kegiatan itu, sambungnya, Masyarakat jadi lebih paham tentang hak kontitusional warga negara sehingga MK menjadi lebih mudah menegakkan konstitusi terkait hak dari warga negara tersebut. Selain itu, Guntur berharap kegiatan sosialisasi dapat menumbuhkan kesadaran berbudaya konstitusi warga negara.
Dalam kesempatan tersebut, Guntur pun menjelaskan fungsi dan kiprah MK dalam ketatanegaraan di Indonesia. Pada hakikatnya, MK lahir sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia. Keberadaan MK, kata dia, dirumuskan saat amandemen UUD 1945 pasca reformasi 1998. Sebelumnya, kekuasaan kehakiman hanya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung.
Terkait tugas dan fungsi, Guntur menyatakan terdapat empat kewenangan dan satu kewajiban MK berdasarkan amanat UUD 1945. Kewenangan MK, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil.
Guntur menyatakan terbentuknya MK merupakan penerusan dari cita-cita reformasi, yakni melindungi hak konstitusional tiap warga negara. Dengan kata lain, MK menjadikan Undang-Undang Dasar untuk menilai suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Jika ada undang-undang yang merugikan warga negara, maka bisa saja dibatalkan MK.
Paparan Narasumber
Dalam kegiatan sosialisasi yang digelar selama dua hari tersebut, hadir sejumlah narasumber untuk menyampaikan materi terkait Hak Warga Negara dan Konstitusi. Mantan Hakim Konstitusi Achmad Fadlil Sumadi menyampaikan materi “Hubungan Negara dan Agama dalam Perspektif Islam dan Konstitusi”. Dia mengatakan negara boleh membatasi hal-hal yang melanggar hak asasi manusia. Menurutnya, konsep negara dengan agama saling berkaitan. Sehingga, ada timbal balik yang terjadi ketika konsep-konsep tersebut digunakan.
Narasumber lainnya, Akademisi Universitas Surabaya Hesti Amiwulan membahas “Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”. \\"Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang dijadikan hak konstitusi, harus sejalan dengan pancasila. Minimal harus paham hak warga negaranya. Hakikat HAM terdapat 3 yakni, setiap orang dilahirkan merdeka. Kemudian setiap orang mempunyai martabat yang sama. Dan setiap orang dikaruniai akal dan rohani,\\" ujar Hesti.
Berikutnya, Kasi Kurikulum Subdit Madrasah Diniyah Takmiliyah Kementerian Agama Suwendi membawakan materi “Kebijakan Kemenag Tentang Deradikalisasi Dalam Pendidikan Islam”. Suwendi mengatakan bahwa para siswa dan guru SMA sudah menganggap Pancasila tidak relevan lagi untuk bangsa ini. Dia menjelaskan sudah ada pergeseran yang serius di kalangan anak-anak muda level SMA yang harus disikapi dengan pemahaman agama yang inklusif, damai, dan toleran bukan idiologi keras.
Adapun Pakar Hukum Hayyan Ulhaq yang memberi materi “Pancasila dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara” mengatakan Pancasila merupakan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Hayyan, pembadanan pancasila dan konstitusi dalam kehidupan bersama berfungsi untuk mengindentifikasi kompleksitas dalam kehidupan bersama dan melindungi hak-hak konstitusional rakyat.
Terakhir, Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menyampaikan materi tentang “Konstitusi dan Negara Hukum Demokrasi”. “Tujuan bernegara agar negara melindungi kita dari ketidakpastian dan penindasan yang kita alami ketika kita tanpa negara. Hal ini jelas terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seterusnya,” urai Irman.
Dia juga mengatakan bahwa Demokrasi harus tunduk terhadap konstitusi. Menurut dia, MK lahir untuk menjaga demokrasi tersebut. Sehingga, hakim-hakim konstitusi wajib menjaga independensinya.
Sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi, para peserta pun berkesempatan mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan lantai 6 Gedung MK, Kamis (8/9). Di pusat sejarah tersebut, Konstitusi dipelajari dalam delapan zona. Delapan zona tersebut yaitu zona pra kemerdekaan, zona kemerdekaan, zona Undang-Undang Dasar 1945, zona Konstitusi RIS, zona UUD sementara 1950, zona kembali ke UUD 1945, zona perubahan UUD 1945, dan zona Mahkamah Konstitusi. (utami/lul)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi