Sekjen MK: MK Jalankan Keadilan Substantif dengan Terapkan Keadilan Prosedural

Sekretaris Jendral MK M. Guntur Hamzah menjadi narasumber dalam Seminar Nasional yang digelar Fakultas Hukum (FH), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (4/6) di Ballroom Hotel Cancinton, Yogyakarta. Dalam kesempatan tersebut, Guntur memaparkan materi yang bertajuk “Menuju Dekade Kedua Mahkamah Konstitusi Mengawal Demokrasi”.

Mengawali paparannya, Guntur mengatakan demokrasi adalah satu sistem yang terbaik dari seluruh sistem ketatanegaraan yang ada. Kendati demikian, demokrasi juga memiliki cacat. “Perlu kita ingat juga bahwa pandangan dari filsuf demokrasi, terdapat demokrasi prosedural dan demokrasi substansif,” ujarnya dihadapan Wakil Rektor, Dekan, dan para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tujuan demokrasi substantif, jelas Guntur, adalah untuk mengutamakan kepentingan rakyat, contohnya adalah asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber) dan jujur adil (jurdil) dalam pemilihan umum. “Demokrasi substansif yang kita inginkan ini tidak hanya semata mata melekat pada bagaimana mencapai tujuannya, tetapi juga bagaimana juga bagaimana itu bisa diselenggarakan dengan baik,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Guntur menjelaskan butuh proses untuk mencapai sebuah negara demokrasi. Proses tersebut membutuhkan dua tahap, yakni tahap transisi dan tahap konsolidasi. “Kedua tahap tersebut pasti akan ada pada negara yang belum demokrasi menuju menjadi negara demokrasi. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan dengan pergantian kelembagaan yang otoriter menuju kembagaan yang demokrasi. Setelah itu, kita harus membangun sistem yang adaptif terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Baru lah kita membangun lembaga yang berprinsip demokrasi,” jelasnya.

Guntur pun menyampaikan Indonesia sudah masuk kedalam kriteria negara konsolidasi demokrasi  karena sudah melakukan lebih dari dua kali pemilihan umum setalah reformasi. “Kita mulai dari tahun 2004, dan pemilihan presiden pada 2009, kemudian baru kemarin ini pemilihan umum tahun 2014. Jadi, kita sudah tiga kali melakukan pemilihan umum setelah Mahkamah Konstitusi ada,” ujar Guntur

Terkait peran MK dalam proses konsolidasi demokrasi, lanjut Guntur , terdapat tiga syarat. Pertama, negara itu adalah negara hukum. Kedua merupakan negara yang memiliki prinsip demokrasi. Terakhir, memiliki good government yang mampu menata sistem kelembaganegaraan yang berfungsi membawa negara dalam sistem ketatanegaraan yang mumpuni.

“Peran MK adalah menjalankan keadilan substantif dengan menerapkan keadilan prosedural. Hal ini dikarenakan tidak bisa dipisahkan atau berpihak satu sama lain. MK melihat bahwa lembaga negara atau pilar demokrasi selain Mahkamah Konstitusi juga harus di-support untuk menjalankan perannya secara optimal,” terang Guru besar Universitas Hasanuddin itu.

Sebelum menutup paparannya, Guntur menegaskan bahwa MK ingin mendorong, membangun kultur di tengah masyarakat Indonesia, agar pilar-pilar negara berjalan dengan baik. “Adanya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi  dalam pemilihan umu, maka akan diserahkan kepada lembaga yang diberikan kewenangannya oleh undang-undang untuk menyelesaikan. Misalnya, Bawaslu atau KPU. Hal ini agar kita lebih dewasa dan memahami tentang konsolidasi demokrasi dengan baik,” tutup Guntur. (hamdi/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi