Ketua MK Terima Kunjungan BEM FH Undip

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat didampingi Sekjen MK M. Guntur Hamzah menerima kunjungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tahun 2016 Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (17/5) di aula gedung MK.

Mengawali sambutannya, Arief berpesan pada para mahasiswa untuk tidak bermain-main dengan hukum. “Saudara jangan bermain-main dengan hukum, apalagi kalau Saudara menjadi hakim, jaksa, polisi yang langsung berhubungan dengan nasib orang. Dalam menjalankan hukum di Indonesia harus disinari oleh Sinar Ketuhanan,” kata Arief kepada 50 mahasiswa yang hadir.

Artinya, lanjut Arief, penegak hukum harus bertanggung jawab dunia akhirat. “Masuk surga kalau bagus, masuk neraka kalau jelek, dan kalau yang jelek sekali malah tidak diterima di surga atau neraka,” tambahnya.

Dikatakan Arief, dia bersama para hakim konstitusi menjalankan tugasnya dengan disinari oleh Sinar Ketuhanan sesuai agama masing-masing. “Dalam menjalankan profesi apa pun, Saudara harus disinari oleh Sinar Ketuhanan. Hal inilah yang tidak didapatkan para mahasiswa di bangku kuliah,” pesan Arief kepada para mahasiswa. 

Usai Ketua MK menerima kunjungan para mahasiwa, acara berlanjut dengan hadirnya Staf Khusus Ketua MK Janedjri M. Gaffar yang menyajikan materi “Langkah Strategis dalam Mewujudkan Mahkamah Konstitusi RI sebagai Court Excellence”. Ia menjelaskan, dalam rangka mewujudkan good governance di lembaga peradilan, setiap persoalan harus diketahui akar permasalahannya.

Dijelaskan Janedjri, lembaga peradilan berwenang untuk menegakkan hukum dan keadilan itu melalui putusan pengadilan. “Putusan pengadilan tidak hanya dipengaruhi oleh proses peradilan, tetapi juga tata kelola lembaga peradilan sangat mempengaruhi tegaknya hukum dan keadilan,” ujar Janedjri yang didampingi Sutanto Nugroho selaku Ketua BEM FH Undip.

“Apakah kemudian suap itu termasuk proses peradilan? Tidak, suap itu termasuk tata kelola lembaga peradilan. Tata kelola lembaga peradilan yang tidak baik, maka akan mempengaruhi putusan pengadilan,” imbuhnya.

Janedjri mengungkapkan, banyak masalah terjadi di lembaga peradilan, mulai dari tahap pendaftaran perkara, tahap persidangan sampai dengan tahap putusan perkara. “Sebenarnya akar permasalahan di beberapa tahapan ini apa? Karena ketidaktahuan, ketidakjelasan, ketidakpastian mengenai prosedur waktu dan biaya menyebabkan masyarakat kemudian membeli waktu, kesempatan dan keadilan. Ketidaktahuan prosedur berperkara di pengadilan itu menjadi pintu masuk bagi oknum-oknum di lembaga peradilan untuk ‘bermain’ dengan perkara,” paparnya.

Ia mencontohkan soal jadwal persidangan yang kadang menimbulkan masalah karena bisa diatur oleh uang. “Jadwal persidangan saja bisa diatur. Mengenai pengaturan jadwal persidangan, misalnya untuk jadwal perkara A bisa jadi lebih cepat, sedangkan jadwal perkara B bisa jadi lebih lambat, itu dipengaruhi oleh uang. Hal ini kenyataan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita,” urai Janedjri.

Selain masalah jadwal persidangan, permasalahan lain adalah mengenai putusan. Putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan, kemudian terlambat untuk disampaikan salinan putusannya, hal itu juga merupakan ketidakadilan dan jadi akar permasalahan.

“Manajemen dan kepemimpinan lembaga peradilan itu sangat memengaruhi terwujudnya court excellence. Selain itu, tidak kalah pentingnya sistem dan pendorongnya yaitu court policy, court resources, serta court proceeding,” tandas Janedjri. (Nano Tresna Arfana/lul)

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi