MK Gelar Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusi Warga Negara bagi Leimena

 

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengadakan sosialisasi pemahaman hak konstitusi warga negara yang berlangsung di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK, Cisarua, Jawa Barat, Selasa (5/4). Sosialisasi pertama pada tahun 2016 yang bekerjasama dengan Aktivis Institut Leimena se-Indonesia tersebut, dibuka langsung oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah.

Dalam sambutannya, Guntur mengatakan bahwa demokrasi bangsa sudah mengalami perubahan. Saat ini, ujarnya, demokrasi Indonesia sudah masuk dalam proses peradilan yang sudah sangat bagus apabila dibandingkan dengan negara lain. “Demokrasi saat ini sudah masuk kedalam proses yang sangat bagus, salah satu bukti nyata yakni adanya pemilihan secara langsung oleh rakyat yang sudah dilakukan di Negara Indonesia,” papar Guntur dihadapan 150 peserta Aktivis Institut Leimina.

Namun, lanjut Guntur, tidak dapat dipungkiri masih tersimpan kesedihan di balik demokratisasi di Indonesa. Sebabnya, masih banyak persoalan konkret yang menggerogoti kekuatan bangsa. “Memang benar bangsa kita saat ini ada sesuatu persoalan konkrit yang mampu menggerogoti kekuatan bangsa. Hal tersebut terjadi karena adanya kelemahan kepada bangsa yang saat ini sangat minim terhadap pemahaman implementasi nilai-nilai Pancasila,” tutur Guru Besar Universitas Hasanuddin tersebut.

Oleh karena itu, Guntur menegaskan, apapun profesinya, setiap warga negara Indonesia tetap harus melakukan gerakan nyata untuk menanamkan dan menyuarakan impplementasi Pancasila. “Dengan adanya sosialisasi ini, MK selalu mengutamakan penanaman implementasi Pancasila terhadap peserta diklat. Dengan begitu, para peserta mampu mewujudkan masyarakat yang memiliki pemaham implementasi Pancasila yang tinggi dengan melakukan sosialisasi implementasi nilai-nilai Pancasila di setiap daerah para peserta nanti,” tutup Guntur.

Demokrasi Berlandaskan Pancasila

Usai membuka acara, Guntur memberikan materi kepada para peserta yang bertajuk “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan”. Guntur menjelaskan sejarah MK yang gagasannya dicetuskan pakar hukum tata negara dari Austria, Hans Kelsen, pada 1919. “Gagasan tersebut dilontarkan karena menurutnya harus ada yang mengawal Undang-Undang Dasar (UUD). Hingga pada 1920, dibentuklah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia di Austria,” ungkapnya.

Di Indonesia sendiri, dilakukan amandemen UUD 1945 sebagai salah satu bentuk tuntutan Reformasi Politik 1998. Seperti diketahui, ada beberapa tuntutan reformasi selain perubahan UUD 1945. Di antaranya, menghapuskan dwifungsi ABRI, penegakan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan pers. MK adalah salah satu produk hasilamandemen UUD 1945 yang lahir pada 13 Agustus 2003. 

Selain Sekjen MK, hadir pula Pakar Hukum Tata Negara Muchamad Ali Safa’at yang memaparkan tentang Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Ali mengatakan bahwa kekuasaan itu cenderung korup. “ Kekuasaan itu cenderung korup, baik korupsi uang, bahkan korup kedudukan dan/atau jabatan. Hal ini dikarenakan banyaknya politik dalam konstitusi bangsa,” ungkap Ali.

Selain itu, Ali menilai pemegang kekuasaan dalam mengelola negara tidak melulu hanya didasari niat baik. “Kenapa? Karena negara memiliki konstitusi yang demokrasi. Demokrasi tersebut adalah ungkapan atau pernyataan rakyat yang diatur dalam UUD tanpa tahu niat dasar orang yang akan mengelola negara tersebut,” paparnya.

Lanjut Ali, fenomena penyalahgunaan kewenangan tersebut disebabkan para pemegang kekuasaan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, sudah seharusnya tiap pemimpin bangsa memegang teguh nilai-nilai Pancasila agar bangsa Indonesia senantiasa menjalankan demokrasi berlandaskan Pancasila.

Sosialisasi pemahaman hak konstitusi warga negara bagi Aktivis Institut Leimena akan berlangsung hingga Kamis (7/4). (panji erawan/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi