Ketua MK Paparkan Evaluasi Penanganan Perkara Pilkada 2015

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, di hadapan puluhan awak media massa, menyampaikan hasil evaluasi penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Serentak 2015, Senin (7/3) di Aula Lantai Dasar Gedung MK. Dalam paparannya, Arief yang didampingi M. Guntur Hamzah selaku Sekretaris Jenderal MK menyampaikan bahwa seluruh perkara PHP Kada Serentak 2015 telah diputus sebelum tenggat 45 hari kerja usai.

Pada kesempatan tersebut, Arief menyampaikan bahwa MK telah meregistrasi 151 perkara PHP Kada 2015. Dari 151 perkara tersebut, sebanyak 148 perkara yang masuk pada gelombang pertama telah diputus seluruhnya. Perkara yang masuk pada gelombang pertama tersebut merupakan perkara hasil Pilkada 9 Desember 2015 lalu. Sebanyak 148 perkara yang masuk pada gelombang pertama tersebut telah diselesaikan penanganannya sebelum tenggat 45 hari kerja usai.

“Seluruh rangkaian penanganan perkara mengenai perselisihan pilkada pada gelombang pertama sudah diputus semua,” ungkap Arief sesaat setelah konferensi pers dibuka.

Selain perkara pilkada gelombang pertama, lanjut Arief, Mahkamah juga telah menerima 3 (tiga) perkara PHP kada susulan yang tidak dilakukan secara serentak pada 9 Desember 2015 lalu. Ketiga perkara dimaksud, yaitu PHP Kada Provinsi Kalimantan Tengah, PHP Kada Kabupaten Simalungun, dan PHP Kada Kota Manado.

Dari tiga perkara PHP Kada susulan tersebut, Arief menjelaskan bahwa 1 (satu) perkara PHPKada sudah diputus pada hari ini, Senin (7/3). Perkara dimaksud yaitu PHP Kada Provinsi Kalimantan Tengah. “Terakhir, ada Pilkada yang menyusul yaitu Kalimantan Tengah, Kabupaten Simalungun, dan Kota Manado. Untuk yang gelombang kedua, Kalimantan Tengah sudah diputus tadi pada persidangan pukul 13.30 WIB. Tapi untuk Simalungun dan Kota Manado masih dalam proses persidangan yang akan dimulai besok sehingga prosesnya masih berjalan untuk 45 hari ke depan,” papar Arief lagi.

Putusan Sela

Masih dalam kesempatan yang sama, Arief menuturkan bahwa dari seluruh perkara gelombang pertama yang diputus terdapat perkara yang belum final karena masih diputus sela. Perkara dimaksud, yaitu PHP Kada  Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Muna, Kabupaten Mamberamo Raya, dan Kabupaten Teluk Bintuni.

Dalam putusan sela kelima perkara dimaksud, Mahkamah memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Menurut Arief, PSU terbanyak diperintahkan untuk dilakukan di Kabupaten Halmahera Selatan, yakni sebanyak 20 TPS yang harus dilakukan PSU. “Jadi tidak seluruh wilayah kabupaten, tapi khususnya 20 TPS di Kecamatan Bacan. Awalnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan perhitungan suara ulang untuk 28 TPS, tetapi hanya dihitung 8 TPS. Sehingga ada 20 kotak suara yang tidak dapat dilakukan perhitungan dan ternyata kotaknya juga simpang siur. Sehingga Mahkamah memutus 20 TPS harus dilakukan pemungutan suara ulang,” jelas Arief.

Dengan telah diputusnya sebagian besar perkara PHPKada 2015 gelombang pertama tersebut, Arief mengharapkan telah tercapai kepastian hukum. Sehingga pelaksaan pemerintahan daerah masing-masing wilayah yang bersengketa dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

“Kita harapkan seluruh pengisian jabatan bupati, walikota, maupun gubernur yang pilkadanya masuk gelombang pertama, sekarang ini sudah bisa terpilih kepala daerah yang definitif sehingga jalannya pemerintahan daerah bisa berjalan sebagaimana yang diharapkan,” tutur Arief berharap.

Usai menyampaikan hasil evaluasi tersebut, Arief menyilakan para awak media untuk menyampaikan pertanyaan. Antusias menjawab tawaran tersebut, para wartawan menanyakan beberapa hal terkait penanganan pilkada oleh MK. Sayangnya, sebagian besar pertanyaan tidak bisa dijawab secara gamblang oleh Arief karena menyangkut kode etik.

Pertanyaan dimaksud yakni pertanyaan seputar sikap Mahkamah terhadap ketentuan persentase selisih suara yang menjadi syarat untuk mengajukan perkara PHP kada ke MK. Menurut Arief, hal tersebut merupakan open legal policy dari para pembentuk undang-undang. Sebab ketentuan tersebut sangat mungkin untuk di-review ke MK, Arief mengatakan tidak bisa memberikan komentar di luar persidangan.

Bukan Mahkamah Kalkulator

Menjawab pertanyaan lainnya dari para pencari berita, Arief menjelaskan bahwa saat ini MK bukanlah “Mahkamah Kalkulator” yang hanya memutus perkara berdasarkan pertimbangan hitung-hitungan suara semata. Mahkamah memutus perkara PHP kada dengan membedah keseluruhan tahapan pilkada secara komprehensif alias mendalam dan menyeluruh dengan melihat seluruh aspek.

“UU pilkada sekarang mengandung politik hukum bahwa pilkada harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Artinya, sejak tahapan awal, politik hukumnya oleh pembentuk UU sudah dikonstruksikan bahwa  penyelesaian sengketa pilkada dilakukan secara bertahap. Misalnya masalah pencalonan, bisa diajukan ke PTUN, masalah administrasi harus diselesaikan KPU dan Bawaslu, masalah etika oleh DKPP, masalah pidana diselesaikan di Sentra Gakkumdu. Nah, MK dikonstruksikan sebagai lembaga yg menyelesaikan hasil pilkada, tetapi di dalam praktik masih ditemukan ada masalah yang tidak terselesaikan di tahapan itu. Sehingga ada masalah-masalah yang masih menggantung. MK bisa menyelesaikan masalah (yang belum terselesaikan di lembaga lainnya, red) itu kalau pintu masuk legal standing-nya bisa mengikuti Pasal 158 (UU Pilkada),” urai Arief.

Dari penjelasan tersebut, Arief hendak mengatakan bahwa dalam menangani perkara PHP kada, MK melakukannya dengan konsisten mengacu pada peraturan yang berlaku.  (Yusti Nurul Agustin/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi