MK dan Kemenkumham Jalin Kerja Sama Penguatan Lembaga
Mahkamah Konstitusi (MK) bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menandatangani nota kesepahaman terkait penguatan tugas dan fungsi di antara kedua lembaga. Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Widodo Ekatjahjana disaksikan Ketua MK Arief Hidayat dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pada Senin (29/2) di Jakarta.
Merujuk pada dokumen nota kesepahaman, terdapat beberapa poin yang menjadi fokus MoU, di antaranya terkait tujuan yang termaktub dalam Pasal 1 MoU, yakni untuk penguatan kelembagaan di antara keduanya. Selain itu, MoU juga bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi. Adapun ruang lingkup kerja sama tersebut antara lain data, sosialisasi, pendidikan, pelatihan, dan penelitian seperti yang tertera dalam Pasal 2.
Ketua MK Arief Hidayat saat menyampaikan pidato kunci mengapresiasi inisiatif kedua institusi dalam menjalin kerja sama tersebut. Sebagai subsistem, pemerintah, menurut Arief, Pemerintah punya posisi yang penting, yakni dapat memberikan keterangan jika dipanggil oleh MK ke persidangan. Meski sifatnya fakultatif, dia menyatakan kehadiran Pemerintah di persidangan adalah manifestasi tanggung jawab pada publik, yakni menjelaskan maksud dari undang-undang yang dibuat bersama oleh DPR. “Sebab mereka (pemerintah, red) paling mengetahui detail terkait politik hukum dari undang-undang yang ada, dan juga suasana kebatinan undang-undang yang diuji,” jelasnya
Buku Panduan Pengujian UU
Dalam acara tersebut juga diluncurkan Buku Panduan Penanganan Pengujian Undang-Undang di MK yang diterbitkan oleh Kemenkumham. Selain itu, juga digelar diskusi hukum dan Penganugerahan Litigasi Konstitusi.
Terkait diterbitkannya buku tersebut, Arief berharap instansi pemerintah yang ada dapat terbantu. Buku panduan dapat dimanfaatkan sebagai petunjuk dan arahan ketika instansi yang bersangkutan mesti memberikan keterangannya dalam persidangan di MK.
Sementara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan buku panduan sifatnya penting agar biro hukum di kementerian yg berperkara di MK dapat terbantu.“Saya apresiasi sekali. Ini untuk mendorong instansi pemerintah yang ada bersikap responsif dan partisipatif jika dipanggil MK dalam pengujian undang-undang,” jelasnya.
Sejumlah narasumber dihadirkan pula untuk membahas buku tersebut, antara lain Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams, ahli hukum tata negara Saldi Isra, dan anggota Komisi III DPR Arsul Sani.
Adapun Penganugrahan Litigasi Konstitusi diberikan kepada kementerian yang dianggap responsif dan partisipatif dalam proses pengujian undang-undang di MK. Enam kementerian yang dianggap paling partisipatif adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Keuangan.
Sedangkan untuk dua kementerian yang dianggap paling responsif, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. (Arif Satriantoro/lul)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi