Sekjen MK: Daerah Harus Diberi Ruang Berkreasi

Sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, M Guntur Hamzah, menjadi pembahas dalam acara bedah buku berjudul “Panduan Memahami Peraturan Daerah” yang diselenggarakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Rabu (27/1).

Kepada para peserta yang hadir, Guntur menilai kehadiran buku tersebut dapat dijadikan pedoman bagi daerah untuk membuat peraturan daerah yang baik. “Mengingat memang ketiadaan pedoman yang bisa menuntun daerah, membuat daerah akan menjadi mereka-reka, mencoba-coba, melakukan tafsir-tafsir sendiri. Dengan adanya pedoman seperti ini tentu akan membuat pekerjaan di daerah dalam membuat Perda menjadi lebih efektif,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu.

Dijelaskan oleh Guntur, raperda harus mengatur materi penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, materi untuk menampung kondisi khusus daerah dan materi penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lebih lanjut Guntur menambahkan, hal lain yang dapat disisipkan dalam materi yang mengatur kondisi khusus daerah (specific regulation), yakni daya saing daerah. “Daerah harus diberi ruang untuk berkreasi dan berimprovisasi sesuai dengan koridor yang ada. Hal itu semata-mata untuk mengembangkan potensi yang dimiliki daerah,” imbuhnya.

Dalam acara yang dibuka oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoli dan juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tersebut, Guntur menjelaskan sejumlah batasan terkait penyusunan perda, antara lain perda tidak boleh mengganggu kepentingan umum, menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy), dan menghambat mobilitas penduduk, jasa, dan ekspor-impor.

Sementara Saldi Isra yang hadir dalam kesempatan itu mencermati posisi perda yang tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar, sehingga banyak daerah yang menganggap perda tidak diatur dalam hirarki peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Sudarsono Hardjosoekarto, Sekertaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah yang juga hadir pada acara tersebut  mengatakan bahwa materi yang termuat dalam buku tersebut belum memuat Perda Syariah (Qanun) yang berlaku di Provinsi Aceh dan Perda Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat. Diungkapkan  Sudarsono, aturan pengadilan adat yang terdapat di Papua dan Papua Barat dapat berlaku terhadap kasus-kasus pidana dan hal  itu  juga termuat dalam perdasus.

Selain itu Sudarsono juga meminta kepada tim penyusun buku itu untuk tidak ragu terhadap posisi peraturan menteri, serta perlu dimasukannya mekanisme penyelesaian terhadap perda yang bermasalah baik melalui Executive Review, Judicial Review dan Legislative Review. (Ilham Wiryadi/lul)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi