Muslimat NU Ikuti Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan “Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Pengurus dan Anggota Muslimat Nahdlatul Ulama se- Indonesia” pada 30 November-3 Desember 2015 di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor. Sebanyak 150 orang pengurus dan anggota Muslimat NU hadir dalam acara tersebut.

“Acara seperti ini sudah berlangsung sejak 2009 sampai sekarang. Kami berharap kerja sama MK dengan berbagai organisasi masyarakat dapat berjalan terus tahun-tahun ke depan. Ini suatu penghargaan bagi MK dapat menjalin kerja sama dengan Muslimat NU,” kata Sekjen MK, M. Guntur Hamzah dalam sambutannya.

“Bagi MK, acara ini merupakan perwujudan tugas MK untuk menegakkan Konstitusi bagi seluruh warga negara Indonesia. Agar dapat memahami betul nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan Konstitusi,” tambah Guntur.

Sementara itu, Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengatakan, acara Sosialisasi Konstitusi bagi Muslimat NU menjadi ajang yang baik untuk membangun kemitraan antara MK dengan Muslimat NU. “Materi acara sosialisasi sangat bermanfaat, bahkan mengalami penguatan maupun pengayaan materi dari sebelumnya. Kalau dulu materinya lebih fokus pada Empat Pilar Kebangsaan dan UUD 1945, sekarang makin diperkaya dengan materi hukum, demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia,” ujar Khofifah.

Dalam kesempatan itu, hadir sejumlah narasumber untuk menyampaikan beragam materi terkait dengan Pancasila dan Konstitusi. Mantan Hakim Konstitusi Harjono misalnya, menyampaikan materi ‘Pancasila dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara’. “Pancasila adalah kristalisasi nilai-nilai yang bersumber pada masyarakat Indonesia sendiri. Pancasila juga merupakan ideologi nasional ysng dipengaruhi banyak hal, antara lain dari tujuan dan fungsi negara,” ucap Harjono.

Sementara itu, Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menyajikan materi ‘Konstitusi dan Konstitusionalisme’. Menurut Hamdan, dalam kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia menganut sistem konstitusionalisme.

“Setelah perubahan UUD 1945, prinsip-prinsip konstitusionalisme benar-benar dirumuskan lebih jelas secara konsisten. Apa pun kebijakan negara maupun pemerintah harus selalu merujuk pada Konstitusi. Kalau ada kebijakan yang melanggar hak-hak konstitusional warga negara, maka warga negara bisa menggugat hak-hak yang dilanggar dengan melakukan pengujian Undang-Undang ke MK,” kata Hamdan.

Narasumber lainnya, pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin mengungkapkan materi tentang ‘Negara Hukum dan Demokrasi’. “Tujuan bernegara agar negara melindungi kita dari ketidakpastian dan penindasan yang kita alami ketika kita tanpa negara. Hal ini jelas termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seterusnya,” urai Irman.

Berikutnya, ada narasumber Panitera Muda MK Muhidin membawakan materi ‘Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara’. Muhidin memaparkan lima undang-undang yang paling banyak diuji ke MK pada 2003-2015, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu  Anggota DPR, DPD dan DPRD. Juga Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

“Selain itu ada Undang-Undang yang dibatalkan seluruhnya untuk kurun waktu 2003 – 2015, antara lain UU No. 16 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” jelas Muhidin.

Kegiatan ‘Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Pengurus dan Anggota Muslimat Nahdlatul Ulama se- Indonesia’ tersebut kemudian ditutup secara resmi oleh Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Noor Sidharta. “Atas nama MK, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para peserta sosialisasi konstitusi yang telah banyak mengorbankan waktunya untuk acara ini,” imbuh Sidharta.

Sidharta berharap, setelah mengikuti kegiatan sosialisasi konstitusi, para peserta dapat menularkan informasi yang didapat kepada yang lain. “Kegiatan sosialisasi konstitusi penting. Bagi mereka yang telah mengikuti acara sosialisasi konstitusi diharapkan menjadi agen perubahan, agar dapat menularkan informasi-informasi yang mereka dapatkan dari kegiatan tersebut kepada pihak-pihak lainnya,” tandas Sidharta.

Usai mengikuti kegiatan sosialisasi konstitusi, para peserta melakukan kunjungan ke Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung MK pada Kamis (3/12) pagi. Sebagaimana diketahui, Pusat Sejarah Konstitusi merupakan wahana edukasi yang mendokumentasikan dinamika perjalanan sejarah Konstitusi dan MK yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni dan teknologi. (Nano Tresna Arfana/IR)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi