Sekjen MK Jelaskan Penyelesaian Pilkada Kepada KPU se-Sumatera Barat

 

Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah menjadi pembicara dalam acara rapat koordinasi penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat, pada Sabtu (12/9). Dalam acara yang bertema “Prosedur/Tata Cara Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2015” tersebut, Guntur menjelaskan tentang berbagai hal terkait penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Guntur menerangkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada), MK masih berwenang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil Pilkada sepanjang belum dibentuk Badan Peradilan Khusus. Menurutnya, MK telah memiliki pengalaman dalam menangani perkara perselisihan hasil Pilkada. “Sejak 2008 – 2014, Mahkamah Konstitusi tercatat telah menangani perkara perselisihan hasil Pilkada sebanyak 732 perkara,” terang Guntur di hadapan para anggota KPU Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat tersebut. Untuk itu, lanjut Guntur, MK sudah mempersiapkan penanganan perkara perselisihan hasil Pilkada serentak pada Desember 2015 mendatang.

Guntur kemudian menjelaskan objek dan para pihak dalam penyelesaian perkara perselisihan hasil Pilkada. Menurutnya, objek dari perkara perselisihan hasil Pilkada adalah keputusan KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara yang memengaruhi terpilihnya peserta pemilihan. Maka, kata Guntur, akan ada beberapa pihak dalam perkara perselisihan hasil Pilkada, yakni Pemohon, Termohon, Pihak Terkait dan Keterangan Pihak lain. Pemohon, jelas Guntur, merupakan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota. Sementara Termohon adalah KPU/KIP Provinsi, Kabupaten atau Kota.

“Sedangkan Pihak Terkait merupakan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon, dan mempunyai kepentingan langsung terhadap permohonan yang diajukan oleh Pemohon. Sementara pihak lain, yakni Bawaslu, DKPP, dan pihak lain yang dipandang perlu oleh MK untuk didengar keterangannya baik atas inisiatif MK ataupun permintaan para pihak,” jelasnya.

Kemudian, MK juga memberikan fasilitas video conference bagi para pihak yang berada di daerah, sehingga tidak perlu mengkhawatirkan permasalahan jarak. Fasilitas video conference ini ada di 42 perguruan tinggi pada 39 provinsi se-Indonesia. (Lulu Anjarsari/IR)

Source: Laman Mahkamah Konstitusi