Atasi Konflik Lahan sebelum Timbul Korban
BEBERAPA faktor pendorong untuk menyelesaikan masalah konflik lahan, termasuk upaya mempertahankan hak masyarakat di daerah sudah tersedia. Seperti, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 35/2013 lalu yang mengakui adanya hak masyarakat terhadap keberadaan tanah ulayat.
Begitu juga dengan komitmen dan kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursidan Baldan, yang akan memberikan sertifikat tanah (hak komunal), kepada kelompok masyarakat adat yang sudah puluhan tahun mendiami suatu wilayah di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.
Mengatasi konflik lahan ini, juga menjadi perhatian serius dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Siti Nurbaya yang meminta daerah menata kembali kawasan hutan dan perkebunan. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan kawasan lahan.
“Yang jelas berapa hal mengenai kawasan hutan dan areal perkebunan harus ditata kembali,” kata Menteri Siti saat berkunjung ke Bumi Lancang Kuning, kemarin.
Faktor pendorong lainnya, bahwa konflik lahan di Riau saat ini sudah berada pada kondisi merah, dan harus segera diselesaikan. Polda Riau mendata, konflik lahan di Riau sudah mulai memunculkan dampak nyata, sejak tahun 2011 hingga kini, sudah mencapai 263 kasus.
Seperti ditulis koran ini, Selasa (9/6), Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo memaparkan, masalah yang menyebabkan konflik lahan itu, berawal dari surat-menyurat yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan.
Melihat kenyataan tersebut, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Pertama, patut diapresiasi political will pemerintah. Para petinggi, baik lembaga pemerintah dan hukum sudah menyadari dan memberikan dorongan kuat dan solusi untuk menyelesaikan kasus lahan di negeri ini, termasuk di Bumi Lancang Kuning.
Tentunya ini menjadi modal, agar gerbong kebijakan bisa berjalan sampai wilayah hukum yang paling kecil. Jadikan ini momentum agar penyelesaikan masalah ini segera dilakukan. Sebab, jika terjadi pergantian menteri, bisa jadi perhatiannya berubah.
Kedua, kita patut mendorong pemerintah daerah sesegera mungkin menyambut gayung kebijakan dari pusat itu. Sehingga dapat bertindak dengan cepat untuk mengatasi konflik lahan yang sudah sekian lama, tanpa penyelesaian tuntas dan permanen.
Ketiga, penyelesaian ini patut mendapat dorongan dari masyarakat dan teknologi. Dorongan dari kelompok masyarakat harusnya menjadikan energi pada pamerintah untuk segera bertindak.
Dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah konflik lahan itu, menjadi sebuah keharusan agar penyelesaian masalah ini memiliki kekuatan yang mampu mengikat.
Semoga penyelesaian konflik lahan di Riau ini kini menemukan momentum, sehingga segera diselesaikan. Tidak lagi hasil dari reaksi setelah munculnya korban.***
Sumber: http://www.riaupos.co/3939-opini-atasi-konflik-lahan-sebelum-timbul-korban.html
Source: Laman Mahkamah Konstitusi