40 Orang Jaksa Bertandang ke MK
Sebanyak 40 orang jaksa peserta Pendidikan dan Latihan Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung mengunjungi Mahkamah Konstitusi pada Senin (9/22). Kunjungan tersebut diterima oleh M. Guntur Hamzah, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi MKRI.
Guntur dalam kesempatan ini menyampaikan seputar perkembangan pemikiran dan terbentuknya MK. Sejak awalnya, terang Guntur, model MK melalui konsep judicial review sudah mengalami proses yang menguji independensi lembaga peradilan itu sendiri. Ia mencontohkan salah satu kasus terbesar peradilan Amerika Serikat yang mengawali perkembangan judicial review tersebut.
“Salah satu yang kasus judicial review yang pertama adalah kasus Marbury versus Madison pada tahun 1801. Ini menjadi kasus yang besar sekaligus menarik dalam sejarah peradilan konstitusi di seluruh dunia,” jelas Guntur.
Menurut Guntur, yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, kasus tersebut sudah menunjukkan situasi dilematis, karena mempertaruhkan kehormatan presiden incumbent John Adams dengan presiden terpilih Thomas Jefferson, serta keterlibatan hakim agung ketika itu yang merupakan mantan sekretaris negara John Adam, John Marshall.
Kasus itu sendiri bermula ketika William Marburry, telah ditunjuk sebagai hakim perdamaian di DC oleh Presiden John Adam menjelang detik-detik hari terakhir dirinya menjadi presiden AS. Namun, surat pengangkatan Marburry ditahan oleh Sekretaris Negara baru dari presiden Thomas Jefferson, James Madison. Madison beralasan bahwa pengangkatan tersebut bermasalah karena baru disetujui oleh John Adam menjelang akhir masa jabatannya. Kasus itu diajukan ke Mahkamah Agung yang diketuai oelh John Marshall, mantan sekretaris negara John Adam. Kasus tersebut sendiri menyebabkan Supreme Court Shutdown selama satu tahun lebih, sebelum akhirnya sebuah keputusan ultra petita yang menolak permohonan itu dikeluarkan pada 1803.
Dalam kunjungan yang dilakukan di ruang rapat lantai 11 gedung MK, Guntur juga menyampaikan bahwa pada masa awal berdirinya negara Indonesia, pemikiran mengenai pradilan konstitusi telah muncul. M. Yamin pada waktu sidang BPUPKI mengatakan bahwa perlu dibentuk lembaga penguji Undang-Undang, namun ide tersebut ditolak oleh Soepomo, yang menyatakan bahwa belum ada banyak ahli hukum pada waktu itu, dan sistem demokrasi Indonesia bukan Separation of Power, melainkan Distribution of Power. Ide peradilan konstitusi tersebut baru kemudian muncul setelah era reformasi dan sejak 2003 Mahkamah Konstitusi terus berdiri sebagai lembaga pengawal konstitusi hingga kini.
Selain memberikan penjelasan mengenai wewenang dan fungsi MK, Guntur juga menyampaikan bahwa MK memang diatur supaya menjadi lembaga yang akuntabel dan modern, “Terbukti MKRI telah dinilai baik di mata internasional, MKRI kini menempati peringkat 10 MK terbaik di seluruh dunia, dan kedua terbaik di Asia, kami akan terus mengembangkan ini,” ujarnya sembari menambahkan bahwa modernisasi di MK adalah untuk memajukan efisiensi dan keterbukaan. “Dalam lima menit putusan sidang sudah bisa dilihat oleh semua orang di website, melalui video conference efisiensi waktu dan biaya sidang sudah berhasil kami lakukan,” tambahnya.
Pertemuan tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan tentang pengawasan terhadap MK. Guntur menjawab bahwa MK sudah memiliki mekanisme sendiri dalam fungsi “penjagaan”, istilah yang menurutnya lebih pas ketimbang “pengawasan”. “KY tidak berwenang untuk mengawasi MK, fungsi MK adalah mengawal Konstitusi, maka istilah yang tepat adalah penjagaan, fungsi tersebut kini dilakukan oleh Dewan Etik, yang terdiri dari mantan hakim, akademisi, dan tokoh masyarakat,” Jelas Guntur.
Menurut Guntur, hakim konstitusi haruslah negarawan, status yang bahkan tidak dibebankan kepada presiden sekalipun, maka independensi sebetulnya mutlak bagi para hakim. “Ingat ada sembilan hakim yang mengambil keputusan, mungkin satu bisa terpengaruh tapi ada delapan hakim lain yang siap menjamin independensi MK,” tegas Guntur. (Winandriyo Kun/mh)
Source: Laman Mahkamah Konstitusi