Teka-Teki Status PNS Azhari Calon Bupati Buton Tengah

JAKARTA, HUMAS MKRI - Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buton Tengah Nomor Urut 02, La Andi dan Abidin menghadirkan dua saksi dan dua ahli dalam sidang lanjutan Perkara Nomor 04/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Buton Tengah, Senin (17/2/2025) di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan yang dilaksanakan oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah ini telah memasuki agenda Pemeriksaan Saksi dan Ahli.
Sebagai Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Buton Tengah. Sedangkan Pihak Terkait ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buton Tengah Nomor Urut 1, Azhari dan Muhammad Adam Basan. Di persidangan ini, Termohon dan Pihak Terkait menghadirkan masing-masing tiga saksi dan satu ahli.
Sebagaimana yang didalilkan Pemohon pada permohonannya, pengunduran diri Pihak Terkait, yakni Calon Bupati Nomor Urut 1, Azhari sebagai Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi pembahasan utama dalam persidangan kali ini. Ahli yang dihadirkan Pemohon di persidangan, Khairul Fahmi menyatakan bahwa teruntuk Dosen PNS, surat keterangan pengunduran diri mestinya diterbitkan oleh Biro SDM Kementerian, bukan pimpinan universitas.
"Jika tidak dikeluarkan Biro SDM, melainkan oleh pimpinan Universitas, maka kebenaran dan validitas keterangan tersebut tergantung pada apakah terdapat delegasi wewenang dari Biro SDM kepada pimpinan Universitas untuk itu atau tidak," katanya.
Jika tidak ada delegasi wewenang, maka Khairul menilai bahwa pimpinan universitas tidak berwenang menerbitkan surat keterangan dimaksud. Adapun surat keterangan pengunduran diri yang tidak sesuai dengan ketentuan dijadikan bagian dari dokumen persyaratan pencalonan, maka menurut Khairul dapat dibatalkan MK.
"Dengan adanya pelanggaran dalam bentuk penetapan calon bupati yang tidak memenuhi syarat karena dokumen persyaratan diterbitkan oleh pejabat yang tidak berwenang, maka terdapat alasan hukum bagi Mahkamah untuk membatalkan calon yang bersangkutan," ujar Khairul.
Terkait persyaratan ASN yang ikut serta sebagai calon kepala daerah, ahli yang dihadirkan Pihak terkait, Abhan mengutip ketentuan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Pilkada dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024. Di dalam ketentuan tersebut termaktub bahwa syarat yang menjadi kewajiban bagi calon peserta Pilkada adalah menyerahkan surat pernyataan mengundurkan diri dan surat tanda terima pernyataan pengunduran diri.
Abhan pun menerangkan bahwa tidak ada regulasi yang mengatur wajibnya paslon untuk menyerahkan surat pemberhentian atau SK pemberhentiannya sebelum pemungutan suara. "Terhadap calon yang berstatus ASN hanya disyaratkan menyerahkan surat pengunduran diri sebagai ASN, penyerahan bukti tanda terima, menyerahkan surat pernyataan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa proses pemberhentian calon masih dalam proses," katanya.
Status ASN Azhari
Status ASN Pihak Terkait ini diklaim Pemohon melalui saksinya, Muh Saleh Ganiru yang menyebutkan Azhari masih aktif pada 21 September 2024. Padahal pada 14 September 2024 terbit berita acara pemeriksaan berkas oleh Bawaslu Buton Tengah yang menyatakan lengkap dan memenuhi syarat.
Kemudian pada 31 Oktober 2024, terbit SK Pemberhentian Azhari sebagai ASN. Namun SK tersebut menurut Saleh diusulkan untuk revisi pada 15 November dengan ditandatangani pihak Universitas Sembilan belas November (USN) Kolaka, tempat Azhari mengajar.
"Tapi di tanggal 15, surat itu ditandatangan untuk diusulkan ke Kemendikti, justru di tanggal itu juga terbit SK baru yang ditanda tangan Mendikti pada hari yang bersamaan," kata Saleh yang merupakan Wakil Ketua Tim Penasihat Pemohon.
Adapun pemberhentian status Azhari sebagai ASN terverifikasi di Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 22 November 2024. "Di BKN itu tanggal 22 November baru status pemberhentian yang bersangkutan terverifikasi di SIASN BKN," ujarnya.
DPT Pendatang
Tak hanya status ASN Pihak Terkait, saksi Pemohon juga menerangkan sejumlah pelanggaran administratif di beberapa TPS dalam proses pemungutan suara. Pelanggaran tersebut berkaitan dengan warga pendatang yang terdata ke dalam daftar pemilih tetap (DPT) Buton Tengah. Di antaranya, kondisi dimaksud terjadi di TPS 04 Desa Boneoge Kecamatan Lakudo, di mana terdapat pemilih bernama La Insele dan Wa Alumiya yang memiliki KTP Provinsi Papua, bukan Sulawesi Tenggara.
"Di TPS 4 Kelurahan Boneoge atas nama La Insele dan Wa Alumiya. Dia ndak boleh nyoblos karena yang bersangkutan ber-KTP Papua, terdaftar secara online sebagai wajib pilih Papua," kata saksi Pemohon, Muh Saleh Ganiru.
Termohon sebagai penyelenggara pemilihan menyanggah dengan menghadirkan saksi yang merupakan petugas KPPS 04 Boneoge, Wa Ode Rusviati. Dijelaskan olehnya bahwa pemilih yang bernama La Insele dan Wa Alumiya memang memiliki KTP Papua. Namun keduanya terdaftar di dalam DPT TPS 04 Kelurahan Boneoge. Karena itulah keduanya datang ke TPS dengan membawa Surat C Pemberitahuan sebagai pemilih di TPS 04 Boneage.
Menurut Rusviati, kedua pemilih tersebut memiliki Kartu Keluarga (KK) domisili Buton Tengah yang kemudian dijadikan KPPS acuan untuk pencocokan data dengan DPT saat di TPS. Sedangkan untuk KTP, mereka menunjukkan fotokopinya karena KTP asli hilang. Kehilangan KTP dan penunjukan KK disebut Rusviati sudah diketahui sejak proses pencocokan dan penelitian (coklit).
"Saya mendata di rumah beliau, mengatakan KTP hilang, sementara proses pembuatan. Sementara saya mengambil KK-nya dan cocok," katanya.
Sementara dari Pihak Terkait menghadirkan koordinator saksinya untuk Kelurahan Boneoge, Sofri. Dia menerangkan bahwa selama proses pemungutan suara, saksi mandat Pemohon tidak mengajukan keberatan apapun.
Sofri juga menyatakan bahwa kedua pemilih yang status DPT-nya dipermasalahkan Pemohon merupakan warga Boneage yang sudah memilih di TPS Boneage sejak Pemilihan Presiden (Pilpres). Hanya saya, pada Pilpres lalu, keduanya bukan memilih di TPS 04, melainkan TPS 09.
"Di Pileg sama Pilpres kemarin juga memilih di TPS 09 Boneoge," ujarnya.
Intimidasi terhadap Bawaslu
Dalam persidangan ini, keterangan Bawaslu Buton Tengah mengungkapkan adanya intimidasi dalam Pilbup Buton Tengah 2024. Intimidasi itu diceritakan Ketua Bawaslu Buton Tengah, Helius Udaya berawal dari kericuhan yang terjadi saat unjuk rasa di Kantor Panwascam.
Unjuk rasa itu menurut Helius merupakan respons dari tidak ditindaklanjutinya laporan Pemohon terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga TPS. Laporan tidak ditindaklanjuti karena dinilai tidak memenuhi syarat materiil.
"Kemudian setelah tanggal 3 (Desember 2024) pada (pukul) 10 pagi, ini tiba-tiba ada kegiatan unjuk rasa di Kantor Panwascam. Semua fasilitas, komputer segala macam dihancurkan. Padahal di sebelahnya itu ada Kantor Kapolsek, kurang lebih 200 meter ada kantor Polres," jelas Helius.
Satu jam kemudian, massa unjuk rasa berpindah ke Kantor Bawaslu Kabupaten Buton Tengah. Klaim Helius, saat itu dirinya sudah menyampaikan kepada para pengunjuk rasa alasan tak ditindaklanjutinya laporan Pemohon. Namun karena tidak puas, mereka memilih menetap di Kantor Bawaslu Buton Tengah hingga dini hari.
Sekira pukul 01.00 dini hari tanggal 4 Desember 2024, Helius sebagai Ketua Bawaslu Buton Tengah kembali menerima massa unjuk rasa untuk berdiskusi. Menurut Helius, mereka tetap menginginkan agar Bawaslu Buton Tengah menerbitkan rekomendasi untuk TPS 1, 2, dan 3 Desa Madongka, Kecamatan Lakudo.
Namun diskusi menemui jalan buntu. Kondisi Kantor Bawaslu semakin tidak kondusif dengan massa yang diklaim Helius terus melempari batu. Karena itu, Helius akhirnya memerintahkan anak buahnya mengubah status laporan menjadi terpenuhi syarat formil dan materiil.
"Karena situasi secara psikis dan kemungkinan saya untuk bertahan di situasi seperti itu, maka kemudian saya langsung panggil staf saya bagian pelanggaran. “Ubah statusnya dari tidak memenuhi materiil menjadi memenuhi syarat formil dan materiil," katanya.
Hasilnya, laporan kemudian diregister dan dilimpahkan ke Panwascam Lakudo untuk ditindak lanjuti.
"Apa tindak lanjut Panwascam Lakudo?" tanya Ketua MK Suhartoyo.
"Tidak ditemukan dugaan pelanggaran. Tidak dikeluarkan rekomendasi," jawab Helius.
Keterangan Bawaslu dan para pihak di persidangan ini menandai rampungnya pemeriksaan perkara ini. Persidangan nantinya akan berlanjut pada Pengucapan Putusan pada Senin (24/2/2025) mendatang. Selanjutnya para pihak akan mendapat panggilan resmi melalui Kepaniteraan MK untuk menghadiri Sidang Pengucapan Putusan tersebut.
Baca juga:
KPU Buton Tengah Disebut Tidak Netral
Status Dosen PNS Cabup Buton Tengah Jadi Sorotan Sengketa Pilkada
Sebelumnya, perkara ini pertama kali disidang pada Selasa (14/1/2024). Dalam persidangan tersebut, Pemohon telah mendalilkan kelalaian penyelenggara seperti pencoblosan oleh orang yang tidak berhak. Selain itu, Termohon juga disebut-sebut mesti mendiskualifikasi Pihak Terkait karena berstatus sebagai Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Buton Tengah tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Buton Tengah dan mendiskualifikasi Pihak Terkait dan memerintahkan KPU Buton Tengah untuk melakukan pemungutan suara ulang.
Baca selengkapnya:
Perkara Nomor 04/PHPU.BUP-XXIII/2025
Penulis: Ashri Fadilla.
Editor: N. Rosi
Humas: Fauzan F.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi