Menyoal Penyelenggaraan Pilpres Tahun 2024 yang Dinilai Belum Berkekuatan Hukum Positif

JAKARTA, HUMAS MKRI – Ratna Kumalasari sebagai perseorangan warga negara sekaligus advokat mengajukan uji materi ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republlik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Sidang Perkara Nomor 64/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur ini, digelar di Ruang Sidang Panel pada Rabu (17/7/2024).

Pada persidangan ini, Eko Supriadi selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan pada perkara ini pihaknya mempersoalkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang telah diundangkan pada 3 November 2023 yang berlaku surut ke belakang tersebut dituangkan oleh KPU dalam PKPU Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun tidak diproses secara hukum yang positif terhadap pasangan Capres 01 dan Capres 03. Oleh karenanya PKPU yang diberlakukan surut ke belakang itu, menurut Pemohon bertentangan dengan asas non-retroaktif dan asas legalitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945.

“Oleh karenanya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan penyelenggaraan Pilres 2024 oleh KPU RI tersebut belum berkekuatan hukum yang positif; memerintahkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kembali Pilpres 2024; dan mempersilakan Gibran Rakabuming Raka mengikuti pilpres tersebut,” ucap Eko menyebutkan petitum permohonan.

Sistematika Permohonan

Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Daniel meminta agar Pemohon mempelajari PMK 2/2021 yang memuat sistematika permohonan pengujian undang-undang. Selain itu, untuk memudahkan Pemohon menyusun kembali perbaikan permohonan, dapat pula mempedomani permohonan-permohonan pengujian undang-undang yang dapat diunduh di laman mkri.id. Berikutnya, Pemohon juga diharapkan dapat memperhatikan putusan-putusan MK yang telah memutus perihal perkara serupa dari permohonan yang diajukan pada perkara ini.

“Dalam permohonan ini belum disebutkan dengan jelas undang-undang apa, ayat, tahun sekian terhadap UUD 1945. Lalu mengenai kerugian konstitusional dari keberlakuan norma yang akan diuji serta petitum yang juga memuat hal yang diinginkan Pemohon. Pada permohonan ini adalah petitum tidak ada dalam kelaziman sehingga perlu disesuaikan dengan petitum pengajuan materiil,” jelas Daniel.

Sementara Hakim Konstitusi Ridwan memberikan catatan tentang identitas Pemohon yang belum dicantumkan dalam permohonan. Belum lagi asas-asas yang dicantumkan belum diuraikan keterkaitannnya dengan pasal yang diujikan. Kemudian Hakim Konstitusi Guntur memberikan catatan tentang identitas, kewenanganMahkamah, kedudukan hukum dari Pemohon, dan alasan-alasan permohonan yang sifatnya substansi.

“Di bagian ini dicantumkan argumentasinyan dan beda permohonan ini dengan permohonan terdahulu. Lalu baru petitum yang mencantumkan keinginan yang diharapkan Pemohon,” urai Guntur.

Pada akhir permohonan, Guntur menyebutkan Pemohon dapat memperbaiki permohonan selambat-lambatnya hingga Selasa, 30 Juli 2024 pukul 13.00 WIB. Naskah perbaikan tersebut dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK untuk kemudian dijadwalkan sidang berikutnya. (*)

Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina

Source: Laman Mahkamah Konstitusi