Implementasi Noken dalam Pilkada Provinsi Papua Tengah

JAKARTA, HUMAS MKRI - Pelaksanaan sistem noken menjadi sorotan dalam persidangan Perkara Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Provinsi Papua Tengah 2024. Hal ini kembali dibahas dalam persidangan lanjutan di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (31/1/2025) yang beragendakan Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak. Persidangan perkara ini digelar di Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Pemohon perkara ini adalah Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 4, Willem Wandik dan Aloisius Giyai. Sebagai Termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Tengah. Sedangkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah Nomor Urut 3, Meki Nawipa dan Deinas Geley sebagai pemenang yang ditetapkan Termohon, merupakan Pihak Terkait.

Dalam persidangan, Pihak Terkait dalam keterangannya menanggapi klaim Pemohon mengenai pengurangan suara Pemohon di Kabupaten Deiyai dari 77.400 menjadi 48.375. Menurut Pihak Terkait, Pemohon keliru dalam memahami pelaksanaan noken.

Pihak Terkait menyebut pelaksanaan noken dilakukan pada hari yang sama dengan pemungutan suara pada umumnya di Papua Tengah, yakni 27 November 2024. Pelaksanaannya diawali dengan kesepakatan hingga dituangkan dalam formulir penghitungan dan rekapitulasi KPU secara berjenjang.

"Mulai dari C Hasil, D Hasil Distrik, D Hasil Kabupaten, sampai D Hasil Provinsi. Jadi, dalil itu tidak benar dan tidak sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam SK KPU 1774 Tahun 2024," kata kuasa Pihak Terkait, Hardian Tuasamu.

Sedangkan KPU Papua Tengah sebagai Termohon, mengklaim di dalam dokumen jawabannya, sudah menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua Tengah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk di daerah yang menggunakan sistem noken atau ikat seperti Deiyai. "Bahwa perlu Termohon sampaikan, Termohon telah bekerja secara profesional dan menjaga integritasnya sebagai Lembaga Penyelenggara Pemilihan in casu Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 dengan berdasar atas hukum serta tidak terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh Termohon," sebagaimana tertera pada dokumen Jawaban Termohon.

Termohon diwakili kuasa hukumnya di persidangan menyampaikan soal pelaksanaan noken di Paniai yang disebut Pemohon dipengaruhi oleh fam atau marga dari panitia pemilihan distrik (PPD). Termohon memastikan PPD yang bertugas tidak melakukan pelanggaran, meskipun bermarga Nawipa seperti Calon Gubernur Pihak Terkait.

"Pada dasarnya marga atau fam yang menjadi penyelenggara pemilihan telah melaksanakan tugas, kewenangan, dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata kuasa Termohon, Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan di dalam persidangan.

 

Tanggapan Soal Tudingan Suap

Tak hanya noken, pada persidangan lanjutan perkara ini, para pihak juga menanggapi dalil permohonan yang menuding adanya politik uang, termasuk dugaan suap Rp 200 juta dari Pihak Terkait yang melibatkan Termohon. Dalam hal ini Termohon membantah dengan argumen adanya Putusan DKPP Nomor 33-PKE-DKPP/I/2025. Putusan tersebut menurut Termohon sudah menjelaskan bahwa pihaknya tidak terlibat, sebagaimana tudingan Pemohon.

"Telah ditegaskan dalam Putusan DKPP Nomor 33-PKE-DKPP/I/2025 pada pokoknya menyampaikan tidak adanya indikator atau bukti yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Tengah terkait politik uang yang melibatkan KPU Kabupaten Paniai," ujar kuasa Termohon, Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan.

Putusan DKPP itu juga disoroti Pihak Terkait dalam Keterangannya di persidangan kali ini. Diwakili kuasa hukumnya, Pihak Terkait menyoroti pertimbangan hukum Majelis DKPP dalam putusan tersebut.

Di antara pertimbangan yang dimaksud, Pihak Terkait mengungkapkan bahwa uang diberikan dalam rangka mengamankan jalannya Rapat Pleno Rekapitulasi di tingkat Kabupaten Paniai yang ricuh.

"Jadi sama sekali tidak ada relevansinya tuduhan Pemohon bahwa itu adalah uang itu adalah dari Pihak Terkait," kata Kuasa Pihak Terkait, Hardian Tuasamu.

Dalam proses pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Paniai, terdapat rekomendasi yang diterbitkan Ketua Bawaslu Kabupaten Paniai berkaitan peristiwa tersebut. Rekomendasi terbit pada 11 Desember 2024 untuk meminta pembatalan Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara Tingkat Kabupaten Paniai.

Namun belakangan diketahui bahwa rekomendasi tersebut diterbitkan tidak melalui mekanisme semestinya, yakni Rapat Pleno para Komisioner Bawaslu Paniai. "Rekomendasi pembatalan rapat pleno rekapitulasi perolehan suara tingkat Kabupaten Paniai untuk seluruhnya tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bawaslu mengenai pengawasan rekapitulasi penghitungan dan juga perolehan suara," ujar Ketua Bawaslu Provinsi Papua Tengah, Markus Madai.

Karena itulah akhirnya Anggota Bawaslu Kabupaten Paniai pada 14 Desember menerbitkan Surat Klarifikasi atas rekomendasi yang diterbitkan Ketua Bawaslu Kabupaten Paniai. "Pada pokoknya rekomendasi pembatalan rapat pleno rekapitulasi perolehan suara tingkat Kabupaten Paniai untuk seluruhnya tidak berdasarkan ketentuan," kata Markus.


Baca juga:

Kecurangan Pelaksanaan Sistem Noken dalam Pilkada Papua Tengah


Sebagai informasi, dalam permohonan yang dibacakan di persidanggan sebelumnya, Pemohon mendalilkan adanya kecurangan dalam pelaksanaan sistem noken. Di antara permasalahan, disebut Pemohon terjadi di Kabupaten Deiyai, Papua Tengah, di mana Pemohon mengklaim bahwa suaranya dikurangi 48.375 suara dari 77.400 pada kesepakatan noken.

Kemudian Pemohon juga mendalilkan adanya pelanggaran di Kabupaten Paniai, Papua Tengah berupa penetapan pleno di tingkat kabupaten sampai mengalami empat kali kegagalan. Di Kabupaten Paniai pula, Pemohon mendalilkan adanya dugaan suap hingga Rp 200 juta pada proses Pilgub Papua Tengah.

Selain itu, Pemohon menyebut bahwa Termohon sengaja mengulur waktu pelaksanaan dengan modus untuk mengalihkan suara Paslon Nomor Urut 4 di Kabupaten Puncak Jaya. Pemohon juga menyebut adanya dugaan pemberian amplop terkait pengalihan suara tersebut.


Baca selengkapnya:

Perkara Nomor 295/PHPU.GUB-XXIII/2025

Keterangan Pihak Terkait

Jawaban Termohon (KPU)

Keterangan Bawaslu



Penulis: Ashri Fadilla.

Editor: N. Rosi.


 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi