Tak Ada Konspirasi Menjegal AFU-Petrus dalam Pilgub Papua Barat Daya
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar Sidang Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya (PBD) Tahun 2024 pada Kamis (30/1/2025). Sidang kedua dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon serta mendengarkan keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu ini dilaksanakan oleh Panel Hakim 1 yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Ruang Sidang Lantai 4, Gedung 2 MK.
Terhadap dalil-dalil permohonan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi PBD Nomor Urut 01 Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw (Pemohon) ini, Sokhib Naim selaku kuasa hukum Pihak Terkait (Paslon Nomor Urut 03 Elisa Kambu–Ahmad Nausrau) membantah adanya penjegalan keikutsertaan Pemohon dalam Pilbup PBD. Sokhib menjelaskan, Majelis Rakyat Papua merupakan lembaga kultural yang pembentukannya berdasarkan Pasal 5 ayat 92) UU 21/2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Jilid 1. Kemudian Pasal 20 ayat (1) huruf a UU 2/2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua disebutkan MRP memiliki tugas dam wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah. Hal ini sejalan dengan Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2) PKPK Nomor 8/2024.
“Keputusan MRP tidak ada muatan politis apalagi konspirasi untuk menjegal pencalonan Pemohon. dengan keikutsertaan Pemohon dalam kontestasi Pilkada Provinsi Papua Barat Daya oleh KPU Papua Barat Daya menunjukkan narasi tuduhan konspirasi oleh penyelenggara Pilkada adalah membuktikan tuduhan tersebut tidak benar dan tidak berdasar,” terang Sokhib menanggapi permohonan Perkara Nomor 276/PHPU.GUB-XXIII/2025
.
Laporan Bawaslu
Sementara itu Bawaslu Provinsi PBD dalam keterangannya menyatakan selama pelaksanaan pemilihan di PBD terdapat 13 laporan, dengan memuat dua laporan ditindaklanjuti berupa rekomendasi. Misalnya disebutkan terkait dengan temuan menyoal MRP yang telah diteruskan ke DKPP dan laporan terkait adanya petugas KPPS yang menandatangani daftar hadir tanpa verifikasi dan sudah diselesaikan sebagaimana mestinya.
“Selain itu ada pula laporan terjadi di Bawaslu Raja Ampat yang juga telah direkomendasikan ke BKN tertanggal 6 Desember 2024 yang kesemuanya terkait dengan netralitas ASN, yang hingga sidang ini berlangsung belum ada yang diputuskan oleh lembaga yang berwenang,” lapor Zatriawati.
Baca juga:
Keterlibatan ASN, Pejabat Daerah, dan Diskriminasi Politik dalam Pilgub Papua Barat Daya
Dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada Kamis (16/1/2025) lalu, Pemohon mengajukan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya Tahun 2024. Menurut Pemohon, selisih suara yang terjadi dalam Pilgub PBD disebabkan adanya pelanggaran yang disinyalir dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 03, sehingga memenuhi unsur untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Pemohon mendalilkan sedari awal pencalonannya sarat upaya penjegalan dan penggagalan.
Majelis Rakyat Papua menyatakan Pemohon dikategorikan bukan sebagai orang asli Papua, sehingga tidak memenuhi syarat untuk maju dalam kontestasi Pilgub PBD. Keputusan ini berakibat pada hambatan hak politik atau diskriminasi politik bagi Pemohon yang sejatinya bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Kemudian Pemohon mendalilkan penyalahgunaan kekuasaan dalam memobilisasi SKPD, OPD, Eselon 3, kepala-kepala distrik, kepala-kepala seksi, ASN, maupun penyelenggara pilkada. Hal ini berujung pada rekomendasi bermuatan politis. Selanjutnya Pemohon mempersoalkan kecurangan pilgub yang diwarnai dengan keterlibatan ASN dan pejabat, seperti Sekretaris Daerah Raja Ampat, yang diduga menjadi alat politik pihak tertentu untuk menghambat Pemohon. Dalam hal ini Pemohon berpendapat, tindakan yang dilakukan pihak-pihak tersebut bertentangan dengan asas demokrasi.
Baca selengkapnya:
Perkara Nomor 276/PHPU.GUB-XXIII/2025
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi