Pemohon Uji Aturan Pembayaran Pensiun Berkala UU P2SK Tambah Pasal yang Diuji
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materill Pasal 161 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Senin (11/11/2024). Sidang ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur di Ruang Sidang Panel. Permohonan Perkara Nomor 152/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Freddy TH Sinurat bersama sejumlah 15 Pemohon yang berprofesi sebagai karyawan swasta.
Dalam sidang perbaikan, Freddy TH Sinurat menerangkan pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. “Kami telah menyesuaikan yang tadinya 16 Pemohon kini menjadi tujuh dengan menghormati peraturan yang ada di MK, keharusan untuk hadir persidangan ini serta juga menyadari adanya keterbatasan dari rekan kami baik di daerah maupun di Jakarta yang sangat terikat dengan jadwal pekerjaan. Sehingga kami menyesuaikan Pemohon menjadi tujuh,”jelas Freddy.
Kemudian, sesuai dengan penasihatan dari Majelis Hakim Konstitusi pihaknya juga melakukan perbaikan pada pasal yang diujikan yang semula hanya satu pasal menjadi tiga pasal yakni Pasal 161 ayat (2), Pasal 163 ayat (1), dan Pasal 164 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2023. “Batu ujinya pun yang tadinya hanya satu kini kami menggunakan empat batu uji yaitu Pasal 28H ayat (4), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan 28D ayat (1) UUd 1945,”terangnya.
Selain itu, pada bagian kedudukan hukum, ia menerangkan pada halaman 8 pihaknya menjelaskan kedudukan hukumnya secara umum yang terdapat pada butir g.
Baca juga: Aturan Pembayaran Manfaat Pensiun Secara Berkala Dinilai Rugikan Sejumlah Karyawan Swasta
Sebelumnya, Pemohon menilai, Pasal 161 ayat (2) UU PPSK yang menyatakan “Pembayaran manfaat pensiun bagi peserta, janda/duda, atau anak harus dilakukan secara berkala” bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD NRI 1945. Menurut Pemohon, frasa “harus dilakukan secara berkala” merupakan suatu bentuk pemaksaan dan kesewenang-wenangan dalam pengambilalihan hak milik pribadi para Pemohon berupa manfaat pensiun. Dalam pandangan para Pemohon, kata “harus” bermakna tidak memberikan pilihan.
Sementara hal yang bersifat diharuskan tersebut adalah hak milik pribadi para Pemohon, yang berasal dari iuran pemberi kerja dan iuran para Pemohon melalui pemotongan gaji setiap bulan. Sehingga ketentuan yang termuat pada norma telah merampas hak para Pemohon untuk memilih dan menentukan cara pembayaran manfaat pensiun. Di samping itu, hal tersebut juga menghilangkan hak dan kesempatan para Pemohon untuk memanfaatkan hak manfaat pensiun tersebut sesuai dengan rencana, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan pribadi para Pemohon dan keluarga.
Dalam petitum perbaikannya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 161 ayat (2) UU P2SK yang mengatur pembayaran manfaat pensiun sebagai berikut: “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak harus dilakukan secara berkala” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Peserta, Janda/Duda, atau anak; atau pembayaran manfaat pensiun dilaksanakan sesuai dengan keinginan Peserta, Janda/Duda, atau anak”. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan
Source: Laman Mahkamah Konstitusi