MK Tolak Permohonan Uji Masa Jabatan Anggota KPID Jabar

JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) yang diajukan oleh Syaefurrochman yang merupakan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat. Pengucapan Putusan Nomor 26/PUU-XXII/2024 digelar pada Kamis (21/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

"Amar putusan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum MK menyatakan, Mahkamah perlu menegaskan bahwa terdapat beberapa lembaga independen yang menjalankan fungsi penting berkaitan dengan tugas lembaga negara yang dibentuk oleh UUD 1945. Artinya, lembaga independen itu dapat disetarakan dengan lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945, karena merupakan lembaga yang dinilai penting secara konstitusional (constitutional importance), seperti KPK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komnas HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, KPI yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, KPPU yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, OJK berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Bahkan, terkait dengan KPK, Mahkamah dalam beberapa putusannya dengan tegas menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga negara independen yang termasuk dalam constitutional importance yaitu Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012, Putusan MK Nomor 73/PUU-XVII/2019, dan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022.

Pasal 1 angka 13 UU Penyiaran, KPI dinyatakan sebagai lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah. Dengan anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang, di mana Ketua dan wakilnya dipilih dari dan oleh anggota dengan masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka. Adapun dalam menjalankan tugasnya KPI selain dibantu oleh sebuah Sekretariat, juga dibantu oleh tenaga ahli, dan pendanaannya masing-masing yakni untuk KPI Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Menurut Mahkamah, sambung Arsul, KPI mempunyai peran menjaga kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran yang dijamin oleh negara sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun demikian, terkait dengan permohonan Pemohon untuk menyamakan masa jabatan anggota KPI dengan masa jabatan anggota lembaga negara lain yang memiliki masa jabatan selama lima tahun sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon adalah tidak tepat dan tidak dapat dikomparasikan begitu saja. Karena walaupun sebuah lembaga negara bersifat independen, baik yang merupakan main state organ yang disebut dalam UUD 1945 atau yang merupakan auxiliary state organ yang dibentuk dengan undang-undang dan berstatus constitutional importance, masing-masing negara tersebut memiliki desain kelembagaan serta fungsi yang berbeda-beda sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing lembaga negara. Perbedaan desain dan fungsi inilah yang antara lain menyebabkan pembentuk undang-undang menetapkan masa jabatan yang berbeda-beda sebagai sebuah kebijakan hukum yang bersifat terbuka (open legal policy).

Sedangkan terkait dengan desain dan fungsi masing-masing lembaga negara baik yang merupakan main state organ ataupun auxilary state organ dihubungkan dengan masa jabatan pada posisi kepemimpinan masing-masing lembaga negara, Mahkamah mendapati kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang mengatur pimpinan lembaga negara maupun pejabat negara dari rumpun kekuasaan eksekutif tidak hanya berbeda dalam konteks lamanya mengemban masa jabatan, tetapi juga dalam konteks proses pengangkatannya, jumlah orang serta sifat kepemimpinan masing-masing lembaga negara, yakni dapat berupa kepemimpinan tunggal atau kolektif kolegial. Sepanjang menyangkut masa jabatan kepemimpinan lembaga negara terdapat pengaturan yang berbeda, meski terkait proses pengangkatan individu yang akan mengisi jabatan kepemimpinan tersebut terdapat kesamaan proses, khususnya proses seleksi dan pelibatan DPR. Sebab, pelibatan DPR dalam proses seleksi hanya merupakan salah satu ciri atau karakter bahwa KPI merupakan lembaga negara independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Dalam hal ini terdapat undang-undang tentang lembaga negara yang secara expressive verbis menetapkan masa jabatan dalam hitungan tahun dengan jangka waktu 3 tahun, 4 tahun atau 5 tahun. Terdapat pula undang-undang tentang lembaga/institusi yang dapat dikategorikan constitutional importance, antara lain Kejaksaan dan Badan Intelijen Negara (BIN), yang tidak menyebut lama masa jabatan pimpinannya, in casu Jaksa Agung dan Kepala BIN, akan menduduki atau memangku jabatannya, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Sedangkan terkait masa jabatan 3 (tiga) tahun untuk pimpinan lembaga/institusi yang dapat dikategorikan constitutional importance yang pengangkatannya melalui proses seleksi dan melibatkan DPR, selain ditetapkan bagi Ketua dan para Anggota Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia, juga ditetapkan bagi Ketua dan Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, meskipun khusus masa jabatan Gubernur dan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia adalah 5 (lima) tahun menurut Undang-Undang yang sama.

Jika diperluas lagi perujukan tentang masa jabatan yang berbeda dari sejumlah lembaga/institusi, terlepas dapat dikategorikan constitutional importance atau tidak terdapat unsur kesamaan dengan Komisi Penyiaran Indonesia dalam proses pengangkatan yang melibatkan DPR. Untuk masa jabatan 4 tahun di antaranya adalah: (i) Anggota Komisi Informasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; (ii) Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman; (iii) Ketua dan Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

Dikatakan Arsul, perbedaan masa jabatan untuk lembaga negara yang merupakan main state organ sebagai lembaga negara yang dibentuk konstitusi (constitution-based establishment) ataupun karena merupakan lembaga negara yang penting menurut konstitusi (constitutional importance) juga bisa dilihat di beberapa negara lainnya, meskipun berada pada rumpun kekuasaan yang sama dan/atau proses pengangkatannya sama.

Arsul lebih lanjut menerangkan, bilamana yang disoroti dalam membangun argumentasi mengenai pengubahan masa jabatan pimpinan lembaga negara adalah adanya kerugian hak dari Pemohon sebagai Anggota KPI Daerah atas perlakuan yang tidak sama, maka sesungguhnya Pemohon membangun dalil mengenai ketidakadilan tanpa mempertimbangkan hak orang lain yang juga berminat untuk mengajukan diri sebagai calon pimpinan KPI. Artinya, jika permohonan Pemohon dikabulkan, maka terdapat hak orang lain yang berminat untuk mengajukan diri tersebut akan menjadi tertunda. Apalagi UU Penyiaran memberikan kesempatan kepada seseorang yang sedang menjabat untuk bisa menjabat sekali lagi dalam masa jabatan yang sama dengan melalui proses seleksi yang sama. Dengan demikian, masa jabatan anggota KPI yang telah ditentukan dalam UU Penyiaran bukanlah ketentuan yang tidak memberikan rasa keadilan kepada Pemohon, namun pengaturan mengenai masa jabatan tersebut adalah justru mengandung ketentuan yang secara tersirat memberi jaminan dan kepastian hukum atas hak-hak bagi orang yang terpilih sebagai pimpinan KIP, yakni hak atas kejelasan masa jabatan, yaitu selama 3 (tiga) tahun; dan hak dapat dipilih kembali untuk satu periode masa jabatan.

 

Pendapat Berbeda

Sembilan hakim konstitusi tidak bulat dalam pengambilan putusan perkara pengujian materiil UU Penyiaran ini. Terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.

Menurut Guntur dan Daniel, Mahkamah seharusnya dapat memberikan tafsir ulang terhadap ketentuan norma Pasal 9 ayat (3) UU Penyiaran terkait masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah dari 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya menjadi 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Menurut Guntur dan Daniel, permohonan Pemohon seharusnya dikabulkan untuk seluruhnya (gegrond wordt verklaard).


Baca juga:

Komisioner KPID Minta Masa Jabatan Setara KPK

Komisioner KPID Perbaiki Uji Masa Jabatan dalam UU Penyiaran


Sebagai tambahan informasi, Permohonan Nomor 26/PUU-XXII/2024 dalam perkara pengujian UU Penyiaran diajukan oleh Syaefurrochman, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat. Pemohon menguji Pasal 9 ayat (3) UU Penyiaran yang menyatakan, “Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Jumat (23/2), Pemohon yang diwakili kuasanya, Muhammad Zen Al-Faqih, menjelaskan Pemohon ditetapkan sebagai anggota KPID Provinsi Jawa Barat pada 3 Desember 2020 berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 821.2/Kep.798-Diskominfo/2020. Masa jabatan Pemohon sebagai anggota KPID telah berakhir dan saat ini Pemohon dalam masa perpanjangan masa jabatan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 821.2/Kep.623-Diskominfo/2023 sampai dengan adanya pengangkatan anggota KPID Provinsi Jawa Barat.

Zen menerangkan, norma pasal yang diujikan menimbulkan ketidakpastian hukum dan telah merugikan hak-hak konstitusional Pemohon yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), 28I UUD 1945. Pemohon telah diperlakukan tidak adil karena adanya perbedaan masa jabatan yang diberikan kepada Pemohon yang tidak sama dengan yang diberikan kepada anggota komisi negara lainnya yaitu lima tahun sebagaimana hak yang dimiliki anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemohon menilai dirinya berhak memiliki masa jabatan yang sama dengan masa jabatan anggota komisi negara lainnya seperti KPK dan KPAI, yaitu lima tahun.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK dalam provisi memprioritaskan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukannya. Pemohon juga berharap MK memerintahkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menunda pemberhentian Pemohon hingga terdapat putusan terhadap permohonan ini. Kemudian, dalam pokok permohonan, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 9 ayat (3) UU Penyiaran konstitusional sepanjang dimaknai “Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”.

 

Penulis: Utami Argawati.

Editor: Nur R.

Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.

 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi