Pemohon Perbaiki Petitum Uji Fungsi Kompolnas
JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materill Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Sesala (15/7/2025). Syamsul (Pemohon I) Jahidin dan Ernawati (Pemohon II) dalam sidang kedua dari Perkara Nomor 103/PUU-XXIII/2025 ini menyampaikan pokok-pokok perbaikan yang dilakukan pihaknya.
Di hadapan Panel Hakim yang terdiri atas Ketua MK Suhartoyo sebagai ketua, bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah sebagai hakim anggota ini, Syamsul menyebutkan telah menambahkan Cindy Alissa sebagai Pemohon III dan uraian kasus konkret yang dialaminya terkait dengan keberadaan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
“Kompolnas saat ini hanya sebagai public relation. Melihat hal ini, perannya tidak sesuai dengan fungsinya karena tidak memberikan perlindungan para korban, tidak ada transparansi mekanisme internal, gagal menjembatani konflik masyarakat. Kompolnas telah gagal melaksanakan mandat konstitusionalnya sebagai pengawas eksternal Polri karena tidak adanya efektivitas dan akuntabilitas menjadikan lembaga ini tidak layak dipertahankan dalam format yang ada saat ini. Kompolnas hanya sebagai event organizer dan tidak jelas indikator pengawasan yang dilakukannya,” jelas Syamsul.
Berikutnya para Pemohon menyempurnakan petitum permohonannya, sehingga para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 37 ayat (2) UU Polri bertentangan inkonstitusional dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau Pasal 37 ayat (2) UU Polri bertentangan secara bersyarat dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai Pasal 37 ayat (2) UU Polri bahwa Kompolnas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Baca juga:
Sebagai informasi, Syamsul Jahidin dan Ernawati dan Cindy Alissa (Para Pemohon) dalam permohonan Perkara Nomor 103/PUU-XXIII/2025 mengujikan Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 37 ayat (2) UU Polri menyatakan, “Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan keputusan presiden.”
Menurut para Pemohon, keberadaan pasal tersebut sama sekali tidak menjamin tercapainya kontrol hukum serta kepastian hukum atas pengawasan fungsional Polri. “Pengawasan Polri seharusnya dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), terutama dalam hal pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri guna menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri. Akan tetapi keberadaannya hanya menambah beban negara karena hanya menjadi juru bicara dan/atau perpanjangan tangan Polri. Akibatnya hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang berimplikasi terhadap lemahnya kontrol hukum terhadap Polri. Tanpa adanya fungsi pengawasan lembaga yang jelas, dikhawatirkan Kepolisian Republik Indonesia akan semakin mendapatkan nilai tidak baik oleh masyarakat,” jelas Syamsul dalam sidang yang digelar di MK pada Rabu (2/7/2025).
Para Pemohon menyoroti lemahnya pengawasan Kompolnas berpotensi memungkinkan aparat bertindak represif terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan dugaan atau kecurigaan subjektif, tanpa didasarkan pada pembuktian yang objektif. Hal ini bertentangan dengan prinsip presumption of innocence yang dijamin dalam UUD 1945 dan penghormatan instrumen hak asasi manusia.
Untuk itu, para Pemohon mengajukan petitium agar Mahkamah menyatakan Pasal 37 ayat (2) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Atau menyatakan Pasal 37 ayat (2) UU Polri bertentangan secara bersyarat dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai Pasal 37 ayat (2) UU Polri bahwa Kompolnas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: N. Rosi
Humas: Andhini SF.
Source: Laman Mahkamah Konstitusi
