Asosiasi Petani Perbaiki Uji Soal Impor Komoditas Pertanian dan Hak Nelayan Tradisional

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetaρan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) pada Senin (13/10/2025). Sidang dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan Perkara Nomor 168/PUU-XXIII/2025 ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur sebagai hakim anggota.

Dhona El Furqon sebagai kuasa hukum para Pemohon menyebutkan bahwa pada permohonan perbaikan ini terdapat beberapa pasal yang dicabut, untuk kemudian diajukan kembali pada permohonan berikutnya. Selanjutnya pada perbaikan permohonan, sebelumnya menyertakan sejumlah 14 Pemohon yang terdiri atas perseorangan dan asosiasi, maka setelah perbaikan permohonan hanya mengikutsertakan empat Pemohon. Adapun Pemohon lainnya tidak lagi masuk sebagai Pemohon pada perkara ini dan menyatakan pengunduran diri yang diikuti dengan lampiran surat pencabutan diri sebagai Pemohon dalam perkara a quo.

Dengan demikian, tinggal empat Pemohon yang tersisa setelah perbaikan permohonan. Adapun empat Pemohon dimaksud yakni, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Indonesia Human Rights For Social Justice (IHCS), Indonesia For Global Justice (Indonesia untuk Keadilan Global), dan Perkumpulan Lembaga Kajian dan Pendidikan Hak Ekonomi Sosial Budaya.  

“Selanjutnya pada awalnya terdapat 19 objek, maka pada permohonan perbaikan ini hanya ada 7 norma yang diujikan. Kemudian batu ujinya  yang awalnya 7 pasal menjadi 4 pasal; dan pada permohonan awal ada 20 petitum menjadi 10 petitum, dan permohonan yang semula berjumlah 120 halaman telah disederhanakan menjadi 49 halaman,” sebut Dhona El Furqon.


Baca juga:

Serikat Petani Persoalkan Impor Komoditas Pertanian dan Hak Nelayan Tradisional


Dalam Sidang Pendahuluan, Senin (29/9/2025) lalu, para Pemohon mengujikan sebanyak 16 norma, di antaranya, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) sepanjang frasa “Perizinan Berusaha” UU 27/2OO7 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU 1/2O14 sebagaimana telah diubah kembali dalam BAB III Bagian Ketiga Paragraf 2 Pasal 18 Angka 18 Lampiran UU Cipta Kerja. Kemudian Pasal 30 ayat (1) sepanjang frasa ”Varietas Hasil Pemuliaan” UU 39/2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dalam BAB III Bagian Keempat Paragraf 3 Pasal 29 angka 7 Lampiran UU Cipta Kerja. Selanjutnya, Pasal 30 ayat (1) Sepanjang Frasa “Impor Komoditas Pertanian” UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana telah diubah dalam Bab III Bagian Keempat Paragraf 3 Pasal 32 Angka 2 Lampiran UU Cipta Kerja.

Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) sepanjang frasa "Perizinan Berusaha" UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam BAB III Bagian Ketiga Paragraf 2 Pasal 18 Angka 18 Lampiran UU Cipta Kerja, mengatur mengenai kewajiban Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di laut kepada Masyarakat Lokal dan Masyarakat Tradisional yang melakukan pemanfaatan sumber daya Perairan Pesisir untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut para Pemohon, pengaturan kewajiban tersebut menghalangi masyarakat dalam melakukan pemanfaatan di laut untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini, masyarakat diwajibkan mengurus perizinan berusaha layaknya badan usaha korporasi atau pemilik modal besar, sehingga langkah ini berpotensi menimbulkan diskriminasi secara tidak langsung. Selain itu, pemberlakuan izin terhadap suatu perusahaan dan masyarakat ini sebagai bentuk ketiadaan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi masyarakat tradisional.

Berdasarkan hal tersebut, maka Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) sepanjang frasa "Perizinan Berusaha" UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dalam BAB III Bagian Ketiga Paragraf 2 Pasal 18 Angka 18 Lampiran UU Cipta Kerja bertentangan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 281 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai "Perlindungan Hak".

Berikutnya para Pemohon mendalilkan Pasal 30 ayat (1) sepanjang frasa "Varietas Hasil Pemuliaan" Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dalam BAB III Bagian Keempat Paragraf 3 Pasal 29 angka 7 Lampiran UU Cipta Kerja. Pasal tersebut mengatur mengenai Varietas Hasil Pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas oleh Pemerintah Pusat atau diluncurkan oleh pemilik varietas. Sebenarnya pasal tersebut telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor 138/PUU-XIII/2015. Akibatnya pasal tersebut tidak memuat lagi pengaturan yang berbeda antara yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kecil dan telah dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku bagi varietas pemuliaan yang dilakukan oleh petani kecil dalam negeri untuk komunitas sendiri.

Selanjutnya para Pemohon juga mempersoalkan keberadaan Pasal 30 ayat (1) Sepanjang Frasa "Impor Komoditas Pertanian" Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani dalam Bab III Bagian Keempat Paragraf 3 Pasal 32 Angka 2 Lampiran UU Cipta Kerja. Pasal ini mengatur kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan Pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor komoditas pertanian dengan tetap melindungi kepentingan petani. Kecukupan cadangan pangan pemerintah ini seharusnya dipenuhi dengan komoditas pertanian dalam negeri. Oleh karenanya perlu dilakukan pembatasan impor agar asas-asas perlindungan dan pemberdayaan petani dapat tercipta.


Jelajahi Jejak:

Perkara Nomor 168/PUU-XXIII/2025


Penulis: Sri Pujianti.

Editor: N. Rosi

Humas: Andhini SF.


 

Source: Laman Mahkamah Konstitusi