IHCS Protes Superioritas Danantara

JAKARTA, HUMAS MKRI – Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS) bersama tiga warga negara Indonesia (WNI) lainnya mengajukan permohonan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut para Pemohon, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) mendapatkan pengistimewaan/superioritas karena memiliki kebebasan tanggung jawab pengelolaan keuangan BUMN tetapi ketika terjadi kerugian/keuntungan BPI Danantara dalam melaksanakan investasi tidak menjadi kerugian/keuntungan negara.
“Pengalihan pengelolaan dividen BUMN yang notabene merupakan keuangan negara menjadi bukan keuangan negara in casu keuangan badan dan apabila terjadi kerugian merupakan kerugian badan bukan juga kerugian negara adalah bentuk pelanggaran terhadap Pasal 33 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar kuasa hukum Pemohon, Markus Manumpak Sagala, dalam sidang perdana pemeriksaan Perkara Nomor 80/PUU-XXIII/2025 yang dilaksanakan di MK pada Kamis (22/05/2025)
Para Pemohon menguji Pasal 3F ayat (2) huruf a dan b, Pasal 3G ayat (2) huruf b dan c, Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), dan Pasal 71 ayat (2) sepanjang frasa “dengan tujuan tertentu”, ayat (3), dan ayat (4) UU BUMN. Mereka menyebut pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 23E ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Menurut para Pemohon, keuangan BUMN selama ini yang dinyatakan sebagai keuangan negara pun masih banyak disalahgunakan yang berakibat pada kerugian negara dengan banyaknya organ-organ BUMN yang ditetapkan sebagai tersangka dan dinyatakan bersalah dengan berkekuatan hukum tetap. Apalagi ketika keuangan BUMN yang dikelola tidak masuk sebagai keuangan negara dan bahkan organ dan pegawai BPI Danantara pun disebut bukan merupakan penyelenggara negara.
Padahal, BPI Danantara yang saat ini memiliki kewenangan untuk mengelola BUMN secara penuh diletakkan dalam posisi sebagai perpanjangan tangan negara karena berperan untuk mengelola aset atau keuangan negara yang berada di BUMN tersebut. Namun, menurut para Pemohon, kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN dan BUMD tetap termasuk dalam konteks keuangan negara sehingga harus dikelola dan diawasi sesuai ketentuan pengelolaan keuangan negara.
Dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 3F Ayat (2) Huruf a dan huruf b, Pasal 3G Ayat (2) Huruf b dan huruf c, Pasal 3X Ayat (1) sepanjang kata “bukan”, Pasal 71 Ayat (2) Sepanjang Frasa “Dengan Tujuan Tertentu”, ayat (3) dan ayat (4) UU BUMN bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Kemudian meminta Mahkamah menyatakan Pasal 3H Ayat (2) sepanjang frasa “Keuntungan atau Kerugian Badan” UU BUMN bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “Termasuk keuntungan dan kerugian negara”.
Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Hakim Daniel dalam sesi penasehatan mengatakan para Pemohon belum menjelaskan semua pertentangan norma yang diuji dengan pasal yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945 yang digunakan sebagai dasar pengujiannya dalam posita atau alasan-alasan permohonan.
“Banyak permohonan yang masuk itu ada dalam petitum, tapi positanya tidak ada, bahkan sebaliknya diuraikan dalam posita tapi tidak ada di petitumnya, nanti bisa kabur ini. Dalam catatan ini, norma-norma yang diajukan ini supaya dicermati ada hubungannya antara uraian dalam posita dengan yang diminta kepada Mahkamah dalam petitumnya,” kata Daniel
Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan, para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan paling lambat diterima Mahkamah pada Rabu, 4 Juni 2025.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: N. Rosi
Humas: Andhini SF.
Baca selengkapnya:
Permohonan Perkara Nomor 80/PUU-XXIII/2025
Source: Laman Mahkamah Konstitusi