Gagal CPNS Terbentur Bahasa Asing, Pengacara Uji UU Ketenagakerjaan dan UU ASN

JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang pengacara bernama Hanter Oriko Siregar mengajukan pengujian materi Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 37 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut dia, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan berbunyi, “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja”. Kemudian Pasal 37 UU ASN berbunyi, “Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi Pengawai ASN setelah memenuhi persyaratan”.

“Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 telah membuka keran terhadap perusahaan atau instansi swasta maupun lembaga pemerintah yang menetapkan persyaratan untuk melamar kerja dengan cara sewenang-wenang tanpa memperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam konstitusi,” ujar Hanter dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 159/PUU-XXII/2024 pada Senin (18/11/2024) di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Pemohon mempersoalkan persyaratan yang mengharuskan peserta Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024 harus menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris dengan dibuktikan adanya TOEFL sebagai syarat yang wajib dipenuhi di instansi Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Republik Indonesia (Kejari), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemohon gagal melakukan pendaftaran CPNS di instansi tersebut sehingga menurut dia, hak konstitusionalnya telah dirugikan.

Pemohon mencoba berusaha mengikuti ujian sertifikat TOEFL sebanyak empat kali, tetapi Pemohon hanya mendapatkan perolehan nilai paling tinggi sebanyak 370. Menurut Pemohon, menjadikan penguasaan bahasa Inggris sebagai syarat mutlak dan yang wajib dikuasai oleh para peserta CPNS tersebut seolah lebih mendewakan ataupun memuliakan bahasa asing dibandingkan bahasa bangsa sendiri.

Pemohon mengatakan pasal-pasal yang diuji tidak memberikan batasan hukum yang jelas serta kaidah hukum yang konkret, menyebabkan ketidakpastian hukum yang menimbulkan banyak persepsi atau tafsir yang dapat membuat pemberi kerja dalam hal ini instansi pemerintah maupun swasta menentukan persyaratan dengan sebebas-bebasnya. Dengan kebebasan yang seluas-luasnya dimiliki tersebut, maka sangat mungkin masing-masing instansi dimaksud menentukan persyaratan yang bersifat diskriminasi yang bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah agar menyatakan Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui penempatan tenaga kerja dengan wajib menggunakan Bahasa Indonesia sepanjang pemberi kerja/Perusahaannya berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia”. Sementara Pemohon menginginkan Pasal 37 UU ASN dimaknai “Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi Pengawai ASN setelah memenuhi persyaratan yang tidak bertentangan dengan konstitusi”.

Nasihat Hakim

Perkara Nomor 159/PUU-XXII/2024 ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh. Daniel mengatakan alasan-alasan permohonan yang disampaikan Hanter belum menunjukkan pertentangan norma Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 37 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN terhadap batu uji dalam UUD NRI Tahun 1945.

“Argumentasi Pemohon ini baru didasarkan pada kasus konkret yang menginginkan sertifikat toefl pada pekerjaan instansi pemerintah dan swasta ditiadakan,” kata Daniel.

Sementara Anwar Usman memberikan dukungan kepada Hanter yang bercita-cita menjadi hakim. Karena itu, menurut dia, Hanter bisa mengejar skor TOEFL sebagaimana yang disyaratkan instansi pemerintah tersebut. Di samping itu, Anwar mengatakan Pemohon dapat mempelajari Putusan Nomor 35/PUU-XXII/2024 terkait makna diskriminasi lowongan pekerjaan sebagai referensi dalam permohonan ini.

Sebelum menutup persidangan, Guntur menuturkan Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas permohonan baik softcopy dan hardcopy paling lambat diterima MK pada Senin, 2 Desember 2024.(*)

Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina

Source: Laman Mahkamah Konstitusi